Thursday, February 28, 2013

TUBERKULOSIS: PENYAKIT PURBA DI ERA GLOBAL (2)

Sampai menjelang akhir abad ke 19 penegakan diagnosa TB paru masih berdasar gejala: Batuk berdahak (campur darah), penurunan berat badan, kelemahan umum, demam. “Diagnosa pasti”, apalagi “diagnosa dini”, belum bisa dilakukan. Penegakan diagnosa berdasar gejala saja tentunya tidak akurat. Penyakit dengan gejala batuk dan panas tidak hanya TB.Tulisan ini adalah lanjutan Tuberkulosis: Penyakit purba di era global (1)
 
 
DIAGNOSA MASIH BERDASAR GEJALA:
Rene Laennec, seorang dokter Perancis (1781-1826) adalah penemu stetoskop pada tahun 1816. Dengan stetoskop, yang semula untuk mendengarkan suara-suara di dalam rongga dada ia tidak lagi harus harus menempelkan telinga ke tubuh pasien. Tentusaja stetoskop hanya untuk fisik diagnostik. Ironisnya Laennec meninggal dunia pada usia muda (45 tahun), diperkirakan karena tuberkulosis.
Sinar X yang ditemukan oleh Wilhelm Rontgen tahun 1895 lebih membantu karena  bisa melihat tubuh bagian dalam dan menemukan lesi-lesi di dalam paru-paru yang mengarah ke TB paru pada manusia hidup. (catatan: Tubercle yang ditemukan Sylvius pada tahun 1620 adalah pada penemuan pada autopsi post mortem).
Skin test (tuberculin test) baru diperkenalkan oleh Charles Mantoux pada tahun 1907 disusul setahun kemudian, 1908 Calmette dan Guerin menemukan vaksin untuk TB yang selanjutnya kita kenal dengan vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin) di laboratorium Pasteur, Perancis. Penggunaan untuk manusia baru dilakukan pada tahun 1921. Lambat untuk ukuran jaman sekarang, tetapi kita tidak hidup pada jaman dulu.
Vaksin BCG membawa harapan besar pada jamannya. walau demikian penelitian sekarang menunjukkan bahwa BCG hanya mampu mencegah terjadinya TB berat, tetapi kurang handal untuk mengendalikan penularan TB
 
STREPTOMYCIN DITEMUKAN
Selman Waksman (1888-1973), mikrobiologist dari Amerika Serikat menemukan bahwa jamur Streptomyces griesus menghasilkan antibiotik yang dapat membunuh Mycobacterium tuberculosis.
Setelah dilakukan percobaan pada binatang maka Streptomycin digunakan pertama kalinya pada tahun 1944 pada seorang wanita, dengan hasil sembuh.
Pengobatan TB pun berubah. Penemuan Streptomycin yang disusul dengan PAS dan INH ibarat semilirnya angin segar dalam pengobatan TB. Mycobacterium tuberculosis telah mendapatkan lawan yang setanding.
Sanatorium mulai ditutup satu-persatu. Penderita TB paru tidak perlu lagi dirawat di sanatorium.
 
 
ERA GLOBAL: PERANG MAKIN SERU
Dinding-dinding Luxor Temple yang memucat menjadi saksi bisu peperangan selama 4000 tahun lebih antara Manusia melawan Mycobacterium tuberculosis. Ternyata manusia tidak boleh cepat puas dan bernapas lega. Ancaman baru dari makhluk yang sama tetap mengintai.
Sebagian besar karena kesalahan manusia sendiri, baik health provider maupun penderita. Yang satu tidak menggunakan obat terstandar dan satunya malas berobat teratur sampai sembuh.
Tahun 1960 Dr. John Crofton, seorang TB expert mengatakan bahwa dengan kombinasi Streptomycin, PAS dan Isoniazid (INH) maka TB akan “completely curable” dan mendeklarasikan “all out war” untuk melawan Tuberkulosis. Kenyataannya 10 tahun kemudian outbreak TB resisten obat terjadi di Amerika Serikat.
Berdasar estimasi bahwa sepertiga penduduk di dunia pernah terinfeksi TB dan terdapat 7-8 juta kasus baru TB aktif setiap tahunnya, maka pada tahun 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai “global emergency”. Pengobatan dengan strategi DOTS (Directly Observed Therapy Short Course) pun diluncurkan (Indonesia melaksanakan mulai tahun 1995).
Pada bulan September tahun 2000 Indonesia termasuk salah satu negara yang menandatangani deklarasi milenium yang merupakan kemitraan dan kesepakatan global, dengan target yang harus dicapai pada tahun 2015. Tuberkulosis termasuk salah satu penyakit bersama AIDS dan Malaria yang masuk dalam goal ke 6 MDGs. Semakin ramailah pertempuran manusia melawan TB
 
EPILOG.
Keberhasilan negara kita dalam mengendalikan TB sehingga target milenium yang harus dicapai tahun 2015 berhasil diraih dua tahun lalu tidak boleh menjadikan kita lengah. Dalam kaitan dengan TB resisten obat, Indonesia termasuk negara “high burden”. Pengobatan dengan strategi DOTS harus dilaksanakan oleh semua fasilitas pelayanan kesehatan: Tidak hanya puskesmas tetapi juga rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta dan dokter praktek swasta. Pengobatan TB harus diawasi langsung (directly observed) untuk menjamin bahwa obat betul-betul diminum.
Tantangan TB di era global bukan lagi meraba-raba siapa penyebabnya. Penyebabnya sama dengan yang di Mesir 4000 tahun lalu. Tetapi semakin sakti (kebal obat) dan semakin lihay memanfaatkan peluang dalam memilih sasaran (misalnya orang dengan HIV positif). Sementara manusianya semakin lalai.
Hal terburuk yang harus dicegah oleh semua orang adalah terjadinya “total resistence”. Artinya kita berhadapan dengan Mycobacterium tuberculosis yang kebal semua OAT (Obat Anti TB). Kalau hal tersebut sampai terjadi, sama saja dengan kita kembali ke jaman purbakala, pada jaman obat belum ditemukan.

Tuesday, February 26, 2013

TUBERKULOSIS: PENYAKIT PURBA DI ERA GLOBAL (1)

Disebutkan pada awal bab pertama publikasi WHO “Avoiding Tuberculosis”, bahwa penyakit dengan cara penularan mirip tuberculosis sudah terukir di dinding “Luxor Temple”, Mesir, yang kini usianya kurang-lebih 4000 tahun.
 
On the pale walls of the Luxor Temple, some 4,000 years ago in ancient Egypt, a Pharaoh carved an image of a man who had become ill when he breathed in a germs smaller than a speck of sand. The Pharaoh, as he sketched, may not have known that the disease he was describing on the wall was to become one of the largest single causes of death: a disease that would later be called tuberculosis.(The Health Academy, WHO,2004)
 
Para ahli kemudian melacak jejak DNA nya dan menemukan bahwa Mycobacterium tuberculosis memang ditemukan pada mummy yang usianya ribuan tahun. Kesimpulannya: Tuberculosis sudah bersama manusia sejak jaman purba.
 
HIPPOCRATES
Kurang lebih dua ribu tahun kemudian di Yunani, Hippocrates mengemukakan bahwa batuk yang menimbulkan “phtisis” ini (baca: Sebutan tuberculosis dari masa ke masa) ada kaitannya dengan udara. Ada sesuatu di udara yang menimbulkan sesuatu di paru-paru.
Hippocrates tidak yakin bahwa penyakit ini dapat disembuhkan. Ia menyarankan penderita gangguan paru seperti ini supaya menempuh perjalanan jauh berkuda. Barangkali maksudnya, udara segar di tempat terbuka dapat membantu penderita bisa bernapas lebih longgar.
Beberapa abad kemudian Celsius mengkonfirmasi pendapat Hippocrates, bahwa ada kaitan antara “tuberculosis” (saat itu belum disebut demikian) dengan udara yang masuk paru-paru manusia. Rekomendasinya hampir sama, penderita supaya tetirah di daerah pantai dan banyak minum susu.
Istirahat, udara segar dan gizi kelihatannya menjadi kata kunci penanganan tuberculosis pada masa itu. TB masih dianggap penyakit keturunan, bukan penyakit menular. Ide “sanatorium” pada abad ke 19 mungkin diilhami pendapat Hippocrates dan Celsius.
 
TB TETAP MISTERI
Abad demi abad berlalu, TB masih tetap misteri. Pada abad ke 17 TB dijuluki The Captain of all these men of death oleh John Bunyan (1628-1688), dalam bukunya, The life and death of Mr badman.

Tahun 1620 Franciscus Sylvius (1614-1682) seorang dokter dan ahli anatomi Belanda, menemukan bahwa terdapat semacam massa jaringan pada penderita “consumption’ (merupakan upaya tubuh untuk melokalisir kuman penyebab TB) yang kemudian disebut tubercle. Penyebab TB masih jauh dari diketahui.
Ada titik terang penyebab TB, ketika pada tahun 1720, Benjamin Marten (1690-1752), seorang dokter Inggris menduga bahwa TB disebabkan oleh mikroorganisma yang dapat menular dari satu orang ke orang lain. Ia mengatakan:
"it may be therefore very likely that by a habitual lying in the same bed with a consumptive patient, constantly eating and drinking with him, or by very frequently conversing so nearly as to draw in part of the breath he emits from the lungs, a consumption may be caught by a sound person...I imagine that slightly conversing with consumptive patients is seldom or never sufficient to catch the disease." (dikutip dari Wikipedia:Benjamin Marten)
Benjamin Marten mengawali teori “contagium vivum”. Ia menulis “The New Theory of Consumption”. Tulisan Benjamin Marten and his “New Theory of Consumptions” dimuat di Microbiological Reviews, September 1978, (Sekarang MMBR).
 
Sudah ada gambaran bahwa TB ditularkan melalui udara, tetapi jasad renik yang seperti apa yang menularkan penyakit, masih tersembunyi dalam misteri.
 
ROBERT KOCH: MENYIBAK MISTERI
4000 tahun setelah “Luxor” dan sekitar 150 tahun setelah Marten, Robert Koch, seorang dokter Jerman yang memperhatikan pendapat Marten, bahwa TB disebabkan oleh “wonderfully minute living creature” berhasil menemukan mikroorganisme penyebabnya, yang kemudian dinamakan “Mycobacterium tuberculosis”.
Inilah bakteri yang menyebabkan terjadinya “tubercle” pada pasien “consumptive” yang telah disebutkan oleh Sylvius sekitar 250 tahun sebelumnya. Perjalanan yang sungguh sulit dan panjang. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri tahan asam, bukan jenis gram positif maupun gram negatif.  Hanya karena kepiawaian Koch maka Mycobacterium tuberculosis dapat dikeluarkan dari persembunyiannya. Ternyata "living organism" yang lembut tetapi bukanlah lelembut.
 
SANATORIUM
Pada masa Koch, industrialisasi mulai merebak di Eropa, kota-kota mulai tumbuh dan kepadatan di kota meningkat. Suatu hal yang memudahkan penyebaran TB paru.  Tempat dengan udara bersih seperti disarankan Hippocrates dan Celsius makin susah didapatkan. Para dokter mulai memikirkan sanatorium. Salah satunya adalah Hermann Brehmer, seorang dokter Jerman. Pada tahun 1863 ia mendirikan Brehmerschen Heilanstalt für Lungenkranke in di Gorbersdorf, Silesia (sekarang Polandia).
Sanatorium umumnya berlokasi di pegunungan, jauh dari pemukiman umum dan udaranya segar. Di sana penderita TB mendapatkan istirahat yang cukup dan makanan bergizi.
Diharapkan dengan istirahat cukup, gizi baik dan udara segar daya tahan tubuh penderita akan meningkat dan terjadi kesembuhan secara alami.
Disamping itu, memisahkan penderita TB dari populasi umum akan mengurangi risiko penularan. Perlu ingat bahwa pada masa itu obat TB belum ditemukan.
 
EPILOG
Bersyukurlah umat manusia yang hidup pada jaman sekarang. Obat Anti TB (OAT) tersedia di puskesmas dan gratis. Pengobatannya pun hanya 6 bulan. Mengapa tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya. Andaikan kita hidup pada era sanatorium, bila menderita TB paru, maka kita akan dikirim ke sana. Memang di sana dirawat baik-baik, diberi makan bergizi, tempatnya nyaman, temannya pun juga tidak sedikit. Boleh dibezoek keluarga dan teman tetapi tidak tahu kapan kita boleh pulang.

Sunday, February 24, 2013

HIV DAN AIDS: MENGAPA PENULISAN HIV/AIDS TIDAK TEPAT?

Seorang dengan HIV-positif belum tentu “mengalami” AIDS. Sebaliknya orang yang mengalami AIDS memang orang yang hidup dengan HIV (PLHIV). Di dunia ini banyak orang yang hidup dengan HIV tetapi tidak terjadi AIDS. Dengan kemajuan pengobatan sampai hari ini semakin banyak orang yang hidup dengan HIV tetapi tidak mengalami AIDS.
 
Kebetulan ada teman yang membaca dan mengatakan bahwa penjelasan saya tentang penulisan HIV garis miring (/) AIDS bisa membingungkan “justru tidak jelas”. Katanya: “Kan sudah jelas bahwa HIV ya AIDS”. Bagi teman saya, hal itu sudah benar.
 
Bagi orang-orang yang peduli, semula memang tidak memasalahkan. Tetapi lama-lama memikirkan bahwa penulisan tersebut bisa menyesatkan. Sehingga dalam UNAIDS terminology guidelines disebutkan

The expression HIV/AIDS should be avoided whenever possible because it can cause confusion (UNAIDS Terminology Guidelines)

 
PUNCTUATION/SLASH/GARIS MIRING, vs HIV DAN AIDS
Teman saya tadi, mewakili orang-orang yang belum paham perbedaan antara HIV dan AIDS. Faktanya memang demikian, tingkat pengetahuan komprehensif tentang HIV dan AIDS di negara kita masih rendah.
Apa makna simbol “garis miring?” Bisa kita cari di internet: Maknanya banyak mulai dari tanda pergantian baris dalam puisi sampai pembagian dalam hitungan. Salah satunya adalah “garis miring berarti “atau” atau “or” (inggris). Dalam website grammar.about.com dikatakan sebagai: “alternative that may exist simultaneously”. Berarti ditinjau dari dari aspek bahasa memang betul bahwa penggunaan simbol “garis miring (/) jangan dipakai. Bisa membingungkan. Penjelasannya sebagai berikut:

1.    HIV tidak sama dengan AIDS. HIV adalah “virus” (human immunodeficiency virus) dan AIDS adalah gejala (sindroma) klinis penyakit akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh yang didapat (acquired immunodeficiency syndrome). Gejala penyakitnya akan berbeda sesuai jenis penyakit apa yang terjadi. Bisa infeksi virus, bakteri, jamur, bisa juga kanker yang semuanya tidak disebabkan HIV. HIV merupakan penyebab tidak langsung dari AIDS dengan cara memberi kemudahan dengan melemahkan sistem kekebalan tubuh.  Penyakit lain yang melihat kevakuman pertahanan ini kemudian memanfaatkan peluang, mumpung pertahanan tubuh kosong. Oleh sebab itu disebut infeksi dan penyakit oportunistik.

2.    Dengan demikian upaya pencegahan HIV samasekali berbeda dengan upaya pencegahan AIDS. Karena HIV ditularkan melalui darah, hubungan seks yang tidak aman dan dari ibu HIV positif ke bayi selama hamil, persalinan dan menyusui, maka intervensinya antara lain pengamanan sediaan darah, penggunaan jarum suntik steril, penggunaan kondom bagi hubungan seks berisiko, ibu HIV positif melahirkan dengan sectio caesaria dan tidak menyusui bayinya dengan ASI serta perlindungan dengan obat-obat ARV. Sementara upaya pencegahan AIDS antara lain dengan pemberian profilaksi dengan cotromoxazole, INH, gizi yang baik, istirahat yang cukup, dll.

3.    HIV tidak pernah muncul simultan (bersamaan) dengan AIDS. HIV muncul lebih awal dan AIDS belakangan, dalam wujud penyakit maupun infeksi oportunistik. Perlu dicatat bahwa munculnya AIDS bukan beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian. Melainkan beberapa tahun kemudian, dan bukan satu atau dua tahun kemudian. Setidaknya lima sampai sepuluh tahun kemudian, bahkan bisa tidak muncul AIDS samasekali.  Dewasa ini pengobatan sudah semakin maju. Walaupun belum ada obat yang dapat membunuh HIV, tetapi dengan mengetahui status HIV secara dini, memulai pengobatan pada waktu yang tepat, menjalani pengobatan teratur seumur hidup, seorang yang seropositif (HIV-positif) bisa hidup dengan kualitas sama dengan yang seronegatif (HIV-negatif). Semakin jauhlah jarak antara HIV dan AIDS. Bukan tidak mungkin suatu saat ditemukan obat yang mampu membunuh HIV. Maka HIV akan samasekali terpisah dari AIDS.

KESIMPULAN
Agak aneh kedengarannya kalau kita sosialisasikan lebih luas tentang kesalahan penggunaah tanda “garis miring” ini. Tetapi rasanya perlu dipikirkan bahwa penggunaan tanda "garis miring" ini perlu diluruskan.
Sesuatu yang sudah menjadi semacam “salah kaprah” kalau tidak menjadi masalah, memang tidak perlu kita pikir susah-susah. Tetapi ceriteranya berbeda selama tingkat pengetahuan komprehensif tentang HIV dan AIDS masih rendah. Masyarakat harus memiliki pengetahuan yang benar tentang HIV dan AIDS.
HIV dan AIDS masih menyisakan stigma dan diskriminasi (dapat dibaca di Stigma dan Diskriminasi (1): Tantangan pengendalian HIV dan AIDS). Komitmen global dunia adalah “Getting to Zero” (Baca: Hari AIDS Sedunia). Ada tiga “Zero” dan  salah satunya adalah “Zero Discrimination”.

Friday, February 22, 2013

HIV DAN AIDS: MEMBETULKAN TERMINOLOGI YANG TIDAK TEPAT (2)


Melanjutkan tulisan HIV dan AIDS: Membetulkan terminologi yang tidak tepat (1), saya ulangi kembali apa yang ditulis dalam pendahuluan UNAIDS Terminology Guidelines, Revised version, October 2011:
“Language shapes beliefs and may influence behaviors. Consider use of apropriate language has the power to strengthen the global response to the epidemics”.
Kurang lebih artinya: bahasa bisa membentuk keyakinan dan dapat mempengaruhi perilaku.
Masih ada beberapa kata yang terkait dengan sebutan HIV dan AIDS sebagai berikut:
 
VIRUS AIDS
AIDS bukan virus. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit (yang tidak disebabkan HIV) yang timbul akibat kosongnya pertahanan tubuh karena ulah HIV (human immunodeficiency virus). Kata “virus” dalam penyebutan “Virus HIV” adalah berlebih-lebihan dan merupakan pengulangan yang tidal menambah kejelasan makna (UNAIDS: redundant dan tautology). Oleh sebab itu sebut saja HIV tanpa menambah kata “virus” di depan maupun di belakangnya.
TERINFEKSI AIDS
Tidak ada infeksi dengan AIDS. Sekali lagi AIDS adalah “kumpulan gejala” yang diakibatkan oleh infeksi dan penyakit oportunistik yang memanfaatkan kesempatan senyampang kekebalan tubuh dalam keadaan menurun sesuai  kontinuum dari perjalanan setelah HIV masuk. Penggunaan kata “terinfeksi HIV” pun perlu dihindari. Sebaiknya kita gunakan kata “orang yang hidup dengan HIV atau kalau status HIVnya diketahui bisa kita sebut dengan HIV-positif.
TESTING AIDS
Tidak ada testing untuk AIDS. Yang ada “Testing HIV” atau “HIV antibody test”, sedangkan untuk bayi baru lahir testingnya “HIV antigen test”.
AIDS CARRIER
Kata “carrier” tidak benar untuk digunakan sehingga tidak lagi digunakan. Bersifat offensive dan mengkondisikan stigma
PENDERITA AIDS
Kata penderita adalah “disempowering” atau melemahkan. Tidak menyemangati orang yang hidup dengan HIV yang justru butuh dukungan psikologis. Sebaiknya kita gunakan kata “orang yang hidup dengan HIV”. Adapun penggunaan kata AIDS hanya ditujukan kepada orang HIV positif yang jelas ada gejala klinis AIDS.
PASIEN AIDS
Kata “pasien” hanya digunakan bila kita bicara di “setting klinis”. Lebih tepat kalau kita gunakan kata pasien dengan “HIV-related illness (atau disease)”, penyakit yang terkait dengan HIV, yaitu infeksi atau penyakit oportunistik, karena menunjukkan spektrum yang luas untuk gejala klinis yang ada kaitannya dengan HIV.
RISIKO (TERTULAR) AIDS
Lebih tepat menggunakan kata “risiko tertular/terinfeksi/terpapar HIV. Risiko AIDS (bukan tertular AIDS) bisa digunakan bila ada perilaku-perilaku yang memperberat penyakit yang diderita seorang HIV positif. Contoh sederhana seorang penderita TB HIV tetapi tidak mau berhenti merokok.
FIGHT AGAINST AIDS
Sekarang sudah ada kata yang lebih tepat yaitu RESPONSE TO AIDS atau AIDS RESPONSE. Mengapa kita sebaiknya tidak menggunakan kata-kata yang bernada “perlawanan ini” supaya tidak terjadi salah pengertian: Yang kita perangi adalah HIV bukan orangnya. Kalimat selengkapnya dalam UNAIDS Terminology Guidelines adalah sebagai berikut:
Avoid using words such as ‘fight’ and other combatant language, e.g. struggle, battle, campaign, or war, unless in a direct quotation or because of the specific context of the text. For example, possibly a poster or very short publication designed to have high impact would make such use appropriate. Alternatives include ‘response’, ‘management of ’, ‘measures against’, ‘initiative’, ‘action’, ‘efforts’, and ‘programme’. One rationale for this is to avoid transference from the fight against HIV to a fight against people living with HIV (UNAIDS Terminology Guidelines)

 
PENUTUP
Demikianlah beberapa terminologi yang menggunakan kata HIV dan AIDS. Sekali lagi gunakan secara tepat sesuai konteksnya. Kapan kita menyebut HIV dan kapan kita katakan AIDS.
Kalimat-kalimat penyuluhan sering membakar. Perlu hati-hati.
Dewasa ini di masyarakat kata AIDS masih jauh lebih banyak disebut daripada HIV. Dalam pengertian saya, mestinya terbalik: HIV lebih banyak disebut. Apalagi dengan adanya obat Anti Retrovirus. Angka kematian akibat AIDS sudah semakin menurun. Orang-orang yang HIV-positif semakin meningkat kualitas dan umur harapan hidupnya tanpa menjadi AIDS. (IwMM)

Dilanjutkan ke HIV dan AIDS: MENGAPA PENULISAN HIV/AIDS TIDAK TEPAT?

Wednesday, February 20, 2013

HIV DAN AIDS: MEMBETULKAN TERMINOLOGI YANG TIDAK TEPAT (1)

Bila kita membaca pendahuluan edisi revisi (Oktober 2011) UNAIDS terminology guidelines, akan kita temukan kalimat: “Language shapes beliefs and may influence behaviors. Consider use of apropriate language has the power to strengthen the global response to the epidemics”. Kurang lebih artinya: bahasa bisa membentuk keyakinan dan dapat mempengaruhi perilaku. Bahasa yang benar mempunyai power untuk memperkuat respons global dalam menghadapi epidemi”.
 
Kita masih menghadapi kendala dalam mengendalikan penyebaran HIV utamanya yang terkait dengan akseptabilitas masyarakat, stigma, diskriminasi dan perilaku. Istilah-istilah yang tidak pas memang perlu diperbaiki, supaya tidak menimbulkan salah persepsi dengan berbagai akibatnya.
 
Dibawah adalah beberapa “error” terminologi dan saran bagaimana seharusnya, selengkapnya dapat klik di  UNAIDS terminology guidelines.
 
KATA-KATA YANG MENYEBUT HIV DAN AIDS
Gunakan terminologi yang paling spesifik dan tepat sesuai konteksnya. Penulisan HIV/AIDS bisa membingungkan. HIV adalah Virus dan AIDS adalah gejala klinis. Kita bisa menyebut misalnya People Living With HIV, prevalensi HIV, pencegahan HIV, HIV Testing dan Konseling, penyakit terkait dengan HIV (HIV-related disease). Demikian pula diagnosa AIDS, AIDS Response. Penyebutan “epidemi” HIV maupun “epidemi” AIDS tidak menjadi masalah, hanya saja kata-kata “epidemi HIV” bersifat lebih inklusif.
Istilah HIV dan AIDS sampai sekarang pun masih banyak yang terbolak-balik pengertiannya. Bahkan ada yang tidak kenal HIV, tahunya hanya AIDS. Mana lebih baik: Tahu sepotong tapi salah pengertian atau tidak tahu sama sekali?
Bagi petugas kesehatan yang bertugas memberikan penyuluhan, jangan bosan-bosan untuk check dan recheck, apakah yang kita sampaikan sudah ditangkap dengan betul. Kita ulangi lagi: AIDS adalah definisi epidemiologis yang berdasar gejala klinis.
Hati-hati kalau saking semangatnya dalam memberikan penyuluhan kita tambahkan dengan kata-kata: AIDS tidak dapat disembuhkan dan mematikan. Kalimat tersebut salah. Kata-kata itu dipakai pada awal-awal perkenalan dunia dengan AIDS, tahun 1980an.  
Tetapi kalau kita katakan: AIDS adalah penyakit kronis yang dapat ditangani seperti halnya darah tinggi dan kencing manis , bahayanya adalah orang akan beranggapan bahwa AIDS tidak sedahsyat yang saya duga. Akibatnya kita akan memandang enteng. Manusia memang makhluk yang sulit.
 
BAGAIMANA MENJELASKANNYA?
Lalu bagaimana menjelaskannya?
Merujuk pada UNAIDS Terminology Guidelines, disarankan kita menyampaikan demikian:
AIDS disebabkan HIV, yaitu human immunodeficiency virus. HIV merusak kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit yang bisa mengakibatkan kematian. Terapi dengan obat-obat antiretrovirus akan memperlambat replikasi virus sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup, tetapi tidak mengeliminasi infeksi HIV. Kalimat aslinya sebagai berikut:
 
AIDS is caused by HIV, the human immunodeficiency virus. HIV destroys the body’s ability to fight off infection and disease, which can ultimately lead to death. Antiretroviral therapy slows down replication of the virus and can greatly enhance quality of life, but does not eliminate HIV infection. (UNAIDS Terminology Guidelines)

 Tahun 1988 awal-awal HIV masuk ke Jawa Timur, teman yang sering sama-sama memberikan penyuluhan, menjelaskan dalam bahasa Jawa yang saya pikir malah lebih pas. AIDS adalah gejala-gejala penyakit yang timbul “Amargi Icalipun Daya Sarira” (Karena Hilangnya Kekebalan Tubuh). Ketika saya tanya: “Lalu Jawa-nya HIV apa?” Dia cuma cengar-cengir: “Orang Jawa gak ngerti virus, Mas”.
 
KESIMPULAN
Walau hanya sekedar tanda “garis miring” (/) bisa menimbulkan salah pengertian. Jangan diganti dengan tanda “garis datar” (-). Sama saja. Baiknya kita sebut sendiri-sendiri sesuai konteksnya. HIV atau AIDS. Virusnya atau gejala penyakit yang timbul akibat virus tersebut yang dinamakan HIV. HIV sendiri tidak menimbulkan penyakit, tetapi memberi peluang untuk masuknya penyakit lain.  Tidak hanya manusia yang suka menggunakan “aji mumpung”. Untuk mengetahui status HIV kita satu-satunya cara adalah “testing”. Jadi kita lakukan “HIV testing”. Awas BUKAN AIDS testing”. (IwMM)

Monday, February 18, 2013

BAU YANG DISUKAI NYAMUK (2): PELAJARAN YANG DIPETIK

Pada tulisan Bau yang disukai nyamuk (1): Kaus kaki bau disebutkan bahwa kaki merupakan bagian tubuh yang paling disukai nyamuk. Bau kaus kaki yang telah dipakai seharian amat menarik nyamuk. Selama kaus kaki bau belum dicuci maka bau kaus kaki akan bertahan lama dan tetap menarik bagi nyamuk. Penelitian pun dilakukan di Kenya Barat oleh tim dari Belanda dan Kenya.
 
 
HASILNYA: BAU KAOS KAKI BERSINERGI DENGAN CO2
 
Karena CO2 amat menarik bagi nyamuk, maka CO2 digunakan sebagai umpan untuk perangkap nyamuk. Tentunya tidak ada manusia (karena menghasilkan CO2) yang mau dijadikan umpan. Oleh sebab itu digunakan ragi campur air. Fermentasinya akan menghasilkan CO2.
 
Penelitian lapangan yang dilakukan tim dari Wageningen University, netherland dan University of Nairobi, Kenya memberikan hasil: Perangkap tanpa umpan menangkap 5% nyamuk yang dilepaskan. Umpan dengan kaus kaki bau saja, menangkap 43% nyamuk dan kombinasi kaus kaki bau dengan CO2 dari ragi menangkap hampir 80% dari nyamuk yang dilepaskan. Kesimpulannya: Kerja kaus kaki bau dan CO2 dari ragi saling memperkuat.
 
Penelitian Knol dkk ini berjudul Trapping of the malaria vector Anopheles gambiae with odour-baited MM-X traps in semi-field condition in Western Kenya.
 
 
LESSON LEARNED DARI KAUS KAKI BAU
 
Pelajaran yang kita petik dengan mengetahui bahwa kaki empat kali lebih menarik bagi nyamuk dibanding bagian tubuh lainnya, dan kaus kaki bau dapat menambah selera makan nyamuk, adalah:

1.    Kebersihan kaki perlu dijaga. Kaki sebenarnya merupakan bagian tubuh kita yang kerja paling keras tetapi mendapat perhatian paling minim. Bahkan baju untuk kaki (kaus kaki) pun sering dipakai sampai berhari-hari

2.    Kita tahu dimana seharusnya meletakkan pakaian yang habis dipakai (pakaian kotor) termasuk sepatu dan kaus kaki (yang sudah dipakai seharian). Bila semua terkumpul di kamar tidur berarti kamar kita akan disukai nyamuk.

3.    Dengan meletakkan kaus kaki yang sudah dipakai di tempat lain, berarti kita telah memecah perhatian nyamuk. Bukan berarti kita boleh membiarkan rumah terbuka dan tidur tanpa kelambu di malam hari tetapi kita telah menambah “building block” dalam pengendalian nyamuk.

4.    Hal-hal besar dimulai dari yang kecil. Siapa tahu dari kaus kaki bau kita peroleh sesuatu yang efektif dan  murah untuk menangkap nyamuk. Ragi dan kaus kaki bau (minimum dipakai sehari) amat mudah diperoleh. Bila dikembangkan bisa merupakan tehnologi tepat guna yang dapat digunakan secara massal.


PENUTUP

Lisa Mullins, seorang komentator yang mewawancara Dr. Renate Smallengange, penanggung jawab penelitian dari Universitas Wagengangen, yang dikutip The World, 2011 dalam awal wawancaranta mengatakan:
 
Sharks kill a handful of people every year, but they get a lot more press than arguably one of the biggest killers in the natural world, mosquitoes. Mosquitoes don’t kill you with a simple bit. Their bit can transmit malaria though and that’s a disease that afflicts millions of people every year”.
 
Filem berjudul “Shark” ada beberapa seri. Tetapi filem dengan judul “Mosquito” rasanya belum ada. Jaman Perang Dunia II dulu ada pesawat tempur yang diberi nama “Mosquito”. Pesawat buatan Inggeris ini sempat meresahkan Panglima AU Jerman, Hermann Goring karena kecepatan dan kelincahannya terutama dalam menjalankan misinya sebagai “night fignter”. Persis nyamuk. Jadi: Jangan abaikan nyamuk.
 
 
RUJUKAN BACAAN

Sunday, February 17, 2013

BAU YANG DISUKAI NYAMUK (1): KAUS KAKI BAU

Dr. Bart Knols, seorang ilmuwan Belanda mencoba berdiri telanjang di ruang gelap dengan banyak nyamuk. Ia ingin tahu bagian mana dari tubuh kita yang paling disukai nyamuk. Ternyata “kakinya” yang diserbu nyamuk. Kesimpulannya, nyamuk lebih memilih kaki daripada bagian tubuh lainnya.
 
Bila Bapak Ibu membaca tulisan Dongeng tentang nyamuk (3): Kutu busuk dan nyamuk, dikisahkan bahwa ketika nyamuk ingin menggigit raja, maka kutu busuk (kepinding) yang bersarang di tempat tidur raja mengingatkan: “Gigit kakinya, jangan yang lain”. Alasannya bahwa kaki adalah bagian tubuh yang tidak sensitif. Bisa mengisap darah dengan aman.
 
Sebenarnya orang-orang yang awam pun tahu bahwa nyamuk menyukai kaki, tetapi tidak pernah memikirkan. Bila kita duduk-duduk malam di tempat yang ada nyamuknya, kaki kita sering gatal. Seorang pemilik warung kaki lima menaruh obat nyamuk bakar di bawah meja makan. Untuk mengusir nyamuk, katanya.
 
 
KERJA NYAMUK LEBIH BANYAK MENGGUNAKAN INDRA PENCIUMAN
 
Pada tulisan Orang-orang yang disukai nyamuk (1): Mosquito magnet, diinventarisir ada 7 hal yang menarik kedatangan nyamuk. Tiga diantaranya terkait dengan “bau” khususnya CO2 yang kita keluarkan bersama pernapasan. Bau dapat diidentifikasi nyamuk dalam jarak 30 meter sementara gerakan dalam jarak 3 meter. Bau apa saja yang menarik? Telah disebutkan bau CO2, juga octenol yang ikut keluar bersama napas dan asam lactat yang merupakan produk keringat.
 
Para ahli masih terus menyelidiki hal-hal yang menarik kedatangan nyamuk khususnya urusan “bau” ini dengan tujuan melawan nyamuk: Pertama untuk membuat perangkap nyamuk dan kedua membuat bau manusia tidak menarik bagi nyamuk.
 
Untuk membuat perangkap nyamuk dengan “bau yang atraktif” tentunya harus dipikirkan bau apa yang paling menarik bagi nyamuk. Dewasa ini yang paling jelas adalah CO2. Sehingga dibuat perangkap dengan ragi (yeast) yang memproduksi CO2. Masih adakah bau lain yang membuat nyamuk meneteskan air liur seperti halnya kalau kita membaui sate yang sedang dibakar?
 
 
BAU KAKI DAN KAOS KAKI BAU

Kita kembali ke Dr. Knols yang kakinya dikerubuti nyamuk. Ia menyimpulkan bahwa bau kaki pasti lebih istimewa daripada bagian tubuh yang lain. Wolfgang Schmied, salah satu tim dari Wageningen University, Netherland, seperti dikutip http://www.scidev.net/ mengatakan bahwa kaki 4 kali lebih menarik bagi nyamuk daripada bagian tubuh yang lain. Bagaimana bisa lari ke kaos kaki, itulah hebatnya. Dr. Knol kemudian mengumpulkan kaus kaki “bau”. Artinya kaus kaki yang sudah dipakai, bukan kaus kaki bersih yang belum dipakai.

Sesudah berapa lama dipakai, kaus kaki dapat dipakai sebagai perangkap nyamuk? Bangsa kita banyak yang memakai kaus kaki sampai berhari-hari tanpa ganti. Bisa dibayangkan baunya seperti apa. Orang yang sensitif bisa mual kalau sedang santai bersama teman, kemudian teman itu membuka sepatunya. Bau kaus kakinya menyebar. Untuk nyamuk, tidak usah menunggu sampai berhari-hari. Kaus kaki yang sudah dipakai seharian sudah cukup sedap dan bau tersebut dapat bertahan lama.

Penelitian memang dilakukan di Afrika, terhadap perilaku nyamuk yang merupakan vektor terbesar di sana, yaitu Anopheles gambiae. Tidak semua spesies nyamuk tertarik bau manusia. Tetapi selama kaki kita masih digigit nyamuk, dan lebih sering kena gigit daripada bagian tubuh lain, maka tidak usah pakai penelitian pun secara empiris dapat kita yakini bahwa nyamuk suka kaki. Bagaimana perilaku kita dalam menggunakan kaus kaki? Tidak sama untuk tiap orang tetapi rasanya jarang yang setiap hari diganti. Bahkan ada yang suka mengendus-endus, cengar cengir sendiri, tetapi dipakai lagi.

KESIMPULAN:

Kaus kaki bau bisa membuat orang lain tidak nyaman. Tidak demikian halnya dengan nyamuk. Bau kaki manusia yang tersimpan di kaus kaki justru menjadi daya tarik bagi nyamuk. Ekstrimnya: Kaus kaki bau dapat menimbulkan dua kerugian: Citra rusak dan penyakit datang. Mengapa tidak kita balik: Singkirkan kaus kaki bau (Rumusnya: dipakai sehari sudah bau) untuk dijadikan perangkap nyamuk: Citra dan kesehatan akan meningkat.

Bagaimana hasil penelitian tim dari Belanda dan Kenya dan pelajaran apa yang kita petik dari kaus kaki bau dapat dibaca pada lanjutan tulisan ini:

BAU YANG DISUKAI NYAMUK (2): PELAJARAN YANG DIPETIK

RUJUKAN BACAAN

Thursday, February 14, 2013

ORANG-ORANG YANG DISUKAI NYAMUK (2): BISAKAH DISIKAPI?


Melanjutkan tulisan Orang-orang yang disukai nyamuk (1): Mosquito Magnet, telah diidentifikasi hal-hal yang merupakan magnet bagi kedatangan nyamuk, yaitu:
CO2, Asam lactat, Octenol, Panas tubuh, Kelembaban, Gerakan dan Warna. Selanjutnya perlu kita pikirkan untuk menyikapi hal ini. Intinya adalah mengurangi sampai sesedikit mungkin peluang untuk digigit nyamuk.
Dalam tulisan ini kita sengaja abaikan intervensi lain yang sudah baku dan kita batasi pada intervensi untuk mengantisipasi ke tujuh daya tarik tersebut di atas.
Adakah sesuatu yang bisa dilakukan secara perorangan?
 
CO2, ASAM LAKTAT DAN OCTENOL
CO2 dan Octenol keluar bersama napas sementara asam laktat bersama keringat. “Release” dari ketiga zat tersebut akan diperbanyak dengan aktifitas fisik, misalnya gerakan tubuh. Makin banyak gerakan (misal olahraga) maka CO2, Octenol dan Asam lactat makin banyak keluar.  
Makanan bisa mempengaruhi produksi asam laktat. Sebagai contoh, daging, keju, dan produk-produk kalengan lebih banyak mengandung asam laktat. Bila menu gizi kita tidak seimbang, berarti kita lebih mempunyai daya tarik bagi nyamuk dibandingkan orang yang menu gizinya seimbang.
Dapat disimpulkan bahwa semakin aktif manusia, semakin berpeluang untuk terengah-engah dan berkeringat, maka semakin berpeluang pula untuk didatangi nyamuk dibandingkan dengan orang yang diam duduk di sofa sambil nonton TV. Orang yang habis olahraga sore, tidak cepat-cepat mandi, mengeringkan tubuh dan istirahat, pasti lebih rawan karena sisa asam laktat masih banyak melekat di tubuhnya.
 
PANAS BADAN DAN KELEMBABAN
Aktifitas fisik disamping meningkatkan pernapasan dan pengeluaran asam laktat, juga meningkatkan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh secara alami akan direspons dengan pengeluaran keringat dan bertambah banyaknya frekwensi pernapasan. Semua menjadi meningkat: CO2, Octenol, Asam lactat, panas badan dan kelembaban. Semakin tidak ada tempat sembunyi.
 
GERAKAN DAN WARNA
Nyamuk menangkap gerakan lebih-lebih kalau yang bergerak adalah warna yang kontras. Misalnya orang dengan warna kulit terang mengenakan pakaian warna gelap, disamping nyamuk memang lebih memilih warna gelap dibandingkan warna terang.
Bila ingin mengadakan eksperimen kecil-kecilah coba saja sandingkan topi berwarna hitam dan topi berwarna putih, letakkan di tempat yang banyak nyamuk. Nyamuk akan lebih banyak beterbangan di atas topi hitam dibandingkan yang putih.
 
HARUS BAGAIMANA?
Sederhana saja: Mengingat nyamuk (dalam hal ini nyamuk malaria) mempunyai “jam gigit” pada malam hari (baca: Dimana dan kapan nyamuk malaria menyergap kita) sebaiknya seletah sore, bersihkan badan (mandi) dan kurangi aktifitas fisik. Dengan demikian produksi CO2, Octenol dan lactat akan berkurang, badan tidak panas dan keringat tidak keluar. Jangan lagi banyak gerakan sehingga tidak terlihat oleh nyamuk sekaligus banyak gerakan juga akan meningkatkan suhu tubuh dan lain-lain seperti disebutkan di atas). Yang terakhir, berpakaianlah yang berwarna terang.
Tips di atas adalah upaya sederhana untuk mengacaukan radar squadron nyamuk. Hasil yang diharapkan adalah berkurangnya risiko digigit nyamuk.
 
PENUTUP
Nyamuk menggigit tidak melihat gender. Wanita hamil memang prioritas pengendalian program karena risikonya adalah terjadi anemia akibat malaria, dengan hasil melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati. Risiko wanita hamil digigit nyamuk memang lebih tinggi karena produksi CO2nya juga lebih tinggi.
Contoh ekstrimnya adalah: Seorang wanita hamil yang habis maghrib masih jalan kesana kemari mengerjakan pekerjaan rumahtangga yang belum selesai, sementara suaminya tenang-tenang duduk di sofa sambil ber-facebook ria. Bila ada nyamuk datang, maka sang suami akan terlewatkan, padahal ia yang lebih layak digigit nyamuk.

Most Recent Post