Thursday, December 5, 2013

MONYET, MANUSIA DAN TUBERKULOSIS (4): TRANSMISI DARI MANUSIA KE MONYET

“Case Report” yang ditulis oleh Anita L Michela dan H F A K Huchzermeyera dengan judul The zoonotic importance of Mycobacterium tuberculosis: transmission from human to monkey, yang dimuat di Journal of the South African Veterinary Association (1998) 69(2): 64–65 (En.). ini merupakan contoh bagus dalam pemahaman bahwa penyakit pada hewan dan manusia dapat saling terkait demikian pula langkah-langkah diagnostik dan pelacakan epidemiologisnya.
 
Tulisan ini merupakan lanjutan dari    MONYET, MANUSIA DAN TUBERKULOSIS (3): SIAPA YANG DULUAN MENULARKAN TB, MONYET ATAU MANUSIA? Kejadiannya di Afrika Selatan, ceriteranya kurang lebih sebagai berikut:
 
 
RIWAYAT KASUS
 
Sekor monyet jenis marmoset (Callithrix jacchus), berumur 3 tahun yang merupakan hewan piaraan sejak usia muda menderita sakit berat dikirim ke praktek dokter hewan. Dalam pemeriksaan fisik dokter hewan menemukan benjolan (nodul) di perut marmoset tersebut. Marmoset tersebut mati sebelum dilakukan biopsi.
 
Pemeriksaan postmortem pun dilakukan. Benjolan perut yang diidentifikasi sebagai abses pada kelenjar mesenterik dikirim ke Onderstepoort Veterinary Institute, Pretoria untuk pemeriksaan biakan (kultur) bakteriologis
 
Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan bakteri tahan asam berbentuk batang dalam jumlah sedang. Mycobacterium tuberculosis berhasil diisolasi dari spesimen setelah dibiakkan dengan media Loewenstein-Jensen. Dilaksanakan tes standar biokimia untuk mengidentifikasi isolat yang diperoleh.
 
Sebagai tindak lanjut dari hasil pemeriksaan terhadap marmoset, pemilik marmoset dan keluarganya dilakukan pemeriksaan radiologis dada (thorax). Hasil yang diperoleh adalah terdapat tanda-tanda tuberkulosis di paru kanan pada pemilik marmoset. Sebagai catatan: ia pernah menderita TB di paru bagian kiri pada tahun 1988, tetapi telah dinyatakan sembuh (case report ini diterbitkan tahun 1998). Walaupun pemeriksaan sputum mikroskopis pada pemilik marmoset negatif, tetapi Mycobacterium tuberculosis berhasil diisolasi pada pemeriksaan di Laboratorium Tuberkulosis  City Council di Pretoria.
 
Sampai disini dapat kita simpulkan: (1) Monyet Marmoset mati karena TB dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis. (2) Pemilik marmoset pernah menderita TB di paru kanan sekitar 10 tahun yang lalu, sudah diobati dan dinyatakan sembuh. (3) Pemilik marmoset kembali menderita TB di paru kanan. Mikroskopis negatif tetapi biakan positif.
 
Pertanyaannya adalah: Marmoset kena TB tertular dari pemilik, atau pemilik kembali menderita TB karena kambuh atau karena tertular dari marmoset piaraannya? Tentunya harus dibuktikan, tidak sekedar menduga-duga.
 
 
GENOMING TYPING
 
Mycobacterium tuberculosis yang diisolasi dari marmoset dan pemilik selanjutnya dibiakkan dengan media 7H9 Middlebrook selama 4-6 minggu. Biakan diinaktivasi pada suhu 80 derajat Celcius selama 25 menit dan DNA diekstraksi. Seluruh sekuens IS6110 diamplifikasi dengan PCR.
 
Hasilnya adalah: Mycobacterium tuberculosis yang diisolasi dari marmoset dan pemiliknya menunjukkan pola RFLP (Restriction enzime Fragment Length Polymorphism) yang identik. Kedua isolat juga dikonfirmasi melalui analisis komputer terhadap DNA fingerprints. Hasilnya 100% homolog. Kesimpulannya adalah Mycobacterium tuberculosis marmoset dan pemilik adalah sama.
 
Sampai disini masih belum selesai. Guna membuktikan tidak adanya intervensi dari luar, maka dilakukanlah pemeriksaan banding terhadap seri Mycobacterium tuberculosis (pada manusia) yang diambil dari daerah insidens TB yang tinggi di Afrika Selatan. Ternyata tidak ada homologi yang signifikan.
 
 
EPILOG
 
Genoming typing terhadap Mycobacterium tuberculosis dengan metoda RFLP merupakan tool yang kuat dalam studi epidemiologis untuk melacak sumber penularan. Dalam kasus ini genoming typing berhasil menemukan identitas dua isolat dan pada saat yang sama “karakter zoonotik” dari tuberkulosis.
 
Walaupun analisis terhadap isolat Mycobacterium asli tahun 1988 diperlukan sebagai evidence, dalam hal ini pelapor yakin bahwa transmisi TB dalam kasus ini adalah dari manusia ke monyet (anthropozoonosis).
 
Dalam hal ini fakta yang mendasari adalah: (1) Marmoset dipiara pemilik sejak usia amat muda. Hal ini mengurangi kemungkinan tertular dari sumber lain demikian pula mengurangi kemungkinan sebagai sumber penularan kepada pemiliknya. (2) Identitas strain yang diisolasi, didukung riwayat penyakit TB pada pemilik marmoset lebih kuat mengarah kepada reaktivasi penyakit yang pernah diderita.
 
Pelapor dalam hal ini sekaligus mengingatkan kepada pemilik binatang (kesayangan) agar hati-hati terhadap kemungkinan penularan infeksi mikobakterium dari pemilik kepada binatang kesayangan.
 
Dilanjutkan ke MONYET, MANUSIA DAN TUBERKULOSIS (5): LANGKAH-LANGKAH YANG PERLU DILAKUKAN
 
Rujukan Bacaan
 
Journal of the South African Veterinary Association (1998) 69(2): 64–65 (En.). Tuberculosis Laboratory, Onderstepoort Veterinary Institute, Private Bag X05, Onderstepoort, 0110 South Africa
The zoonotic importance of Mycobacterium tuberculosis: transmission from human to monkey. Anita L Michela and H F A K Huchzermeyera
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9760401

www.zoonar.com (gambar monyet marmoset)

MONYET, MANUSIA DAN TUBERKULOSIS (3): SIAPA YANG DULUAN MENULARKAN TB, MONYET ATAU MANUSIA?

Melanjutkan tulisan sebelum yang ini: MONYET, MANUSIA DAN TUBERKULOSIS (2): TUBERKULOSIS PADA MONYET, maka kalau kita ditanya seperti judul tulisan di atas, sudah barang tentu manusia akan menyalahkan monyet. Tetapi kalau kita berada di posisi monyet pasti sebaliknya lah yang berlaku: “Manusia adalah sumber penularan TB”.
 
Siapa yang duluan kena TB? Monyet atau Manusia? Tidak semudah itu menjawabnya.
 
 
MONYET ATAU MANUSIA YANG LEBIH DULU KENA TB?
 
Ketika para ahli menemukan Mycobacterium tuberculosis (Mtb) pada fosil bison yang diperkirakan berumur 17.000 tahun, kemudian setelah itu menemukan Mtb pada manusia (mummy di mesir) yang diperkirakan berusia 4.000 tahun. Apakah bisa disimpulkan bahwa Tuberkulosis terdapat pada binatang lebih dahulu baru kemudian pada manusia?
 
Ada diantara para ahli yang secara tradisional berpendapat bahwa Mtb sudah menyerang binatang sekitar 10.000 tahun yang lalu, kemudian menularkan pada manusia pada masa manusia mulai bertani dan beternak. Tetapi penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa kontak antara manusia dan TB sudah terjadi sejak awal-awal kehidupan nenek moyang kita sekitar 70.000 tahun yang lalu.
 
Penelitian baru berjudul New Understanding of Ancient Origins of Tuberculosis May Help Find a Cure yang dimuat di Journal Nature Genetics dan dicuplik web Ancient Origins   menjelaskan bahwa TB tidak menyerang binatang pada 10.000 tahun yang lalu dan kemudian menularkan ke manusia seperti yang dipercaya saat ini. TB sudah ada pada leluhur kita 70.000 tahun yang lalu.
 
“The origins of tuberculosis (TB) did not emerge around 10,000 years ago in animals and then pass to humans, as currently believed. Rather, the microbe that causes TB appears to have originated with early human ancestors some 70,000 years ago, before their apparent migration from Africa.
 
 
MONYET DAN MANUSIA SALING MENULARKAN
 
Mencari yang lebih awal kena TB biarlah kita serahkan pada ahlinya untuk keperluan sains. Kita lebih baik kembali ke bumi guna kepentingan pengendalian TB untuk semua makhluk pada umumnya dan manusia pada khususnya.
 
Sebenarnya manusia dan monyet bisa saling menularkan TB. Dari beberapa rujukan bacaan yang digunakan dalam penulisan di blog ini.
 
Virginia Department of Health dalam tulisan berjudul Non-human Primates secara umum menyebutkan bahwa manusia (human) dan monyet (non-human primates) dapat saling bertukar penyakit apa saja.
 
Due to the close genetic relationship between nonhuman primates and humans, disease causing organisms are easily exchanged between them. The pathogens that can be passed from nonhuman primates to humans and vice versa include bacteria, fungi, parasites, and viruses. They may be spread by bites, scratches, handling animals or their tissues, airborne transmission of aerosols and droplets, ingestion, and arthropod vectors.
 
Masih ada tambahan lagi bahwa monyet di lingkungan prevalensi TB yang tinggi pada manusia berisiko tinggi untuk terkena TB
 
Primates from environments where human TB is prevalent are at greatest risk for having the disease.
 
Hasil penelitian berjudul From the mouths of monkeys: Detection of Mycobacterium tuberculosis complex DNA from buccal swabs of synanthropicmacaques yang dimuat di American Journal of Primatology bulan Juli 2012, menyebutkan bahwa Mycobacterium Complex terbanyak yang didapatkan pada kera ekor panjang yang diteliti adalah Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Reservoir utama untuk Mycobacterium tuberculosis dalam hal ini adalah manusia.
 
Based on the known epidemiology of MTBC species, M. tuberculosis and M. bovis are the most likely mycobacterial species to be present in these specimens. The principal reservoir for M. tuberculosis is the human population, with over 2 billion humans worldwide estimated to be infected.
 
Dijelaskan lebih lanjut bahwa antara monyet yang diteliti dan manusia mempunyai kontak yang sering dan kadang-kadang erat. Lebih jauh lagi di tempat yang prevalensi TB tinggi memberi peluang yang lebih besar untuk terjadinya penularan dari manusia ke monyet (NHP: Non-Human Primate)
 
Data on contact between humans and the monkeys in the current study show that, frequent and sometimes intimate contact occurs. Moreover, M. tuberculosis is endemic or hyperendemic in human populations in Indonesia, Nepal and Thailand, providing ample opportunity for human NHP transmission of to this agent
 
 
BAGAIMANA CARA PENULARANNYA?

Cara penularan TB antar manusia sudah banyak disinggung di blog ini. Antara lain dapat dibaca pada tulisan Apa yang terjadi ketika seorang penderita TB batuk? Intinya TB ditularkan secara airborne melalui droplet yang dikeluarkan saat penderita batuk, bersin, bernyanyi dan lain-lain kondisi sejenis.

Cara penularan TB dari manusia ke monyet (dan tentu saja sebaliknya) sama saja. Dalam hal ini Merck Manuals dalam judul Tuberculosis in nonhuman primates menyebutkan bahwa TB dapat menimbulkan penyakit berat pada paru dan organ lain pada monyet. Epidemi pada koloni monyet dapat terjadi karena kontak dengan manusia pemelihara yang menderita TB. Penularan secara aerosol walaupun penularan secara oral dimungkinkan.

In monkeys and large apes, M tuberculosis, M bovis, and M avium complex can cause severe disease of the lungs and other organs. Epidemics in primate colonies may be caused by contact with infected human caregivers. Transmission is usually by aerosol with respiratory infection, but the oral route is also possible.

Selama ini kita menganggap monyet batuk itu lucu dan untuk manusia, Batuk itu menjengkelkan: Diri sendiri dan orang lain. Rupanya kita harus berubah sikap: Batuk pada monyet maupun manusia sama-sama tidak lucunya.


EPILOG

Pengendalian penularan TB antar manusia merupakan perhatian utama kita saat ini dan sukses. Antara lain dapat dibaca di tulisan Keberhasilan program TB di Indonesia (3): Champion Award for Exceptional Work in the FightAgainst TB dari USAID.

Pengendalian penularan TB dari monyet ke manusia sudah diangkat Gubernur Jokowi dengan langkah pasti yang sesuai prosedur: Tangkap monyet, karantina, yang sakit berat terpaksa dimusnahkan, yang sehat dipiara di kebun binatang.

Penularan dari manusia ke monyet haruslah mulai kita perhatikan. Kran penularan harus ditutup karena bisa memukul balik manusia dan menambah hambatan dalam program pengendalian TB. Monyet piaraan yang tertular dapat menulari manusia lainnya, demikian pula apabila kontak dengan monyet liar dapat menularkan penyakitnya. Dan apabila manusia menangkap monyet liar maka peluangnya cukup besar untuk menangkap monyet yang menderita TB.

Mengenai ketakutan manusia terhadap penularan TB dari monyet, Dr. Gregory Engel, seorang dokter di Seattle dan epidemiologist pada penelitian Mycobacterium Complex DNA yang telah disebutkan di atas mengatakan: Peluang manusia tertular TB jauh lebih besar dari sesama manusia daripada monyet. Orang yang hidup dekat monyet atau turis yang mengunjungi daerah monyet umumnya tidak melakukan kontak dekat dengan monyet.

As for human worries about acquiring TB from non-human primates, Engel said, "People are far more likely to acquire TB from other people than they are from monkeys." Most people living among the macaques or tourists visiting the area do not have the kinds of close face-to face or nose-to-nose interactions that would put them at risk.

Contoh kasus penularan dari manusia ke monyet dapat dibaca pada lanjutan tulisan ini MONYET, MANUSIA DAN TUBERKULOSIS (4): TRANSMISI DARI MANUSIA KE MONYET


Rujukan bacaan dan gambar

Virginia Department of Health: Non-human Primates
http://www.vdh.virginia.gov/epidemiology/DEE/otherzoonosis/nonhumanprimates.htm

Science daily: From the Mouths of Monkeys: Swab Technique Spots Tuberculosis in Non-Human Primates
http://www.sciencedaily.com/releases/2012/06/120621195912.htm

From the mouths of monkeys: Detection of Mycobacterium tuberculosis complex DNA from buccal swabs of synanthropic macaques
American Journal of Primatology, July, 2012
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3368330/

Mercks Manuals: Tuberculosis in Nonhuman Primates
http://www.merckmanuals.com/vet/generalized_conditions/tuberculosis_and_other_mycobacterial_infections/tuberculosis_in_nonhuman_primates.html

Ancient Origins: New Understanding of Ancient Origins of Tuberculosis May Help Find a Cure
http://ancient-origins.net/news-science-space/new-understanding-ancient-origins-tuberculosis-may-help-find-cure-00814

www.popfi.com (gambar monyet)

Wednesday, December 4, 2013

MONYET, MANUSIA DAN TUBERKULOSIS (2): TUBERKULOSIS PADA MONYET

Melanjutkan tulisan     MONYET, MANUSIA DAN TUBERKULOSIS (1): BELAJAR DARI GUBERNUR JOKOWI, terus terang kalau tidak mengikuti tulisan tentang Pak Jokowi dan Monyet, saya tidak akan tertarik dengan urusan Monyet dan TB. Memikirkan manusia dan TB saja tidak ada habisnya, masih ditambah monyet.
 
Padahal dalam Jaman Globalisasi ini kita kenal konsep: One World, One Health (OWOH). Pengertian sederhananya adalah: Dalam memandang dunia yang seolah menjadi amat dekat dan saling terkait satu sama lain seharusnya kita tidak memisah-misahkan lagi antara kesehatan manusia dan kesehatan hewan. Prinsip-prinsip komplit tentang “One World, One Health” dapat di download pada Contributing to One World, One Health (Annex 1: The Manhattan principles on “One World, One Health”)
 
 
MONYET “RENTAN” TERHADAP TUBERKULOSIS
 
Ada kedekatan antara Monyet dan Manusia. Salah satu akibatnya adalah antara monyet dan manusia dapat saling menularkan penyakit. Banyak penyakit (bakteri, parasit, virus dan jamur) yang ditularkan dari binatang ke manusia (Zoonosis) dan sebenarnya baru sedikit penyakit zoonosis yang kita ketahui. Semua cara penularan bisa terjadi pada penyakit zoonosis, termasuk penularan secara airborne dan droplet (cara penularan TB).
 
Monyet sangat rentan terhadap tuberkulosis dan bisa mendapatkannya akibat tertular dari binatang lain maupun manusia dan tentusaja mampu menularkan TB ke manusia.
 
Manusia yang dalam kesehariannya banyak kontak dengan binatang (pada tulisan ini: Monyet) harus hati-hati, karena ada potensi dan risiko tertular penyakit apabila binatang tersebut sakit (menular).
 
Lengkapnya dapat dibaca di:  Virginia Departmen of Health:
 
 
ANGKA KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA MONYET
 
Bila kita membaca MMWR, CDC Atlanta, terbitan 30 Juli 1993, dengan Judul Tuberculosis in Imported Non Human  Primates – United States, June 1990-May 1993 dapat kita baca bahwa Amerika mengimpor monyet dari 9 negara (termasuk Indonesia) dan diantara monyet-monyet tersebut ada yang terinfeksi TB.
 
Dari 81 kera ekor panjang yang ditemukan terinfeksi TB, 76 (94 %) berasal dari Mauritania. 6 persen sisanya berasal dari Indonesia (3 ekor) dan Filipina (2 ekor). Prevalensi kesakitan untuk kera dari Mauritania adalah 2% (76 dari 3967), Indonesia 0,04 % (3 dari 7703) dan Filipina 0,02 % (2 dari 8910)
 
Editorial Note dari tulisan tersebut antara lain menyebutkan bahwa bagaimanapun semua jenis kera ekor panjang rentan terhadap tuberkulosis. Kaitan secara tidak langsung adalah monyet-monyet tersebut diimpor dari negara yang prevalensi TB tinggi baik pada manusia maupun binatang.
 
Penelitian lain dipimpin Dr. Lisa Jones-Engel, dari National Primate Research Center, University of Washington, dilaksanakan hampir 10 tahun kemudian (tahun 2000-2005). Hasil penelitian tersebut dipublikasikan di American Journal of Primatology, Juli 2012 dengan Judul: From the mouths of monkeys: Detection of Mycobacterium tuberculosis complex DNA frombuccal swabs of synanthropic macaques.
 
Penelitian dilaksanakan terhadap DNA yang diambil dari mucosa rongga mulut monyet ekor panjang (Macaca sp) di 4 Negara Asia yaitu: Indonesia, Thailand, Singapura dan Nepal, ditambah Gibraltar.
 
Penelitian di Indonesia dilaksanakan di tiga tempat: Jawa (kemungkinan Jakarta) untuk monyet pertunjukan (performing monkey), Tiga tempat di Sulawesi (utara, tengah dan selatan) untuk monyet piaraan dan di Bali untuk kera yang berada di Pura (Temple).
 
Hasilnya dapat dilihat pada gambar di bawah:
 
 
Prevalensi TB pada monyet Indonesia rupanya paling tinggi, disusul Thailand. Di kedua  negara ini prevalensi TB pada manusia juga tinggi. Sementara Singapura dan Gibraltar, prevalensi TB pada monyet dan manusia keduanya rendah. Adapun Nepal, termasuk negara yang prevalensi TB pada manusia tinggi tetapi disini prevalensi TB pada monyet rendah. 
 
Tabel di bawah menunjukkan karakteristik sampel monyet ekor panjang (Macaca) yang di test IS 6110 dan positif Mycobacterium complex (mayoritas Mycobacterium tuberculosis dan bovis).
 
 
Tentunya menarik bahwa dari 22 sampel monyet pertunjukan di Jawa justru tidak ada yang positif TB. Dalam hal ini peneliti menjelaskan:
 
Performing monkeys in this village were the sole source of income for the residents, as such, the care, feeding and housing of these animals was a priority for the community. In 2002 samples were obtained from 22 long-tailed macaques (M. fascicularis) kept by this community.
 
Intinya: Monyet adalah satu-satunya sumber income masyarakat disitu. Dengan demikian pemeliharaan, makanan dan kandang merupakan prioritas.

Lain dulu lain sekarang. Membaca beberapa tulisan di media saat ini, kandang, makanan dan pemeliharaan terkesan “terabaikan” sehingga kesehatan monyet pun menjadi tidak baik. Dapat kita baca tulisan di VivaNews berjudul Jokowi Musnahkan Enam Monyet terinfeksi TBC. Enam monyet ini adalah dari 64 ekor monyet atraksi yang berhasil diamankan. Sisanya masih dikarantina. Sejumlah 6 dari 64 berarti hampir 10 persen.

Mungkinkah ada pergeseran nilai? Dulu monyet dianggap mitra, sebaliknya sekarang monyet diperlakukan seperti budak belian?

Dari angka pada tabel di atas dapat dilihat bahwa prevalensi TB pada monyet Indonesia lebih tinggi dari monyet negara lain yang juga diteliti. Berturut-turut angka di Indonesia (rata-rata dari 3 lokasi), Thailand, Singapore, Nepal dan Gibraltar adalah: 57 %, 31,3 %, 2,7 %, 2,6 % dan 0 %.


EPILOG

Monyet rentan TB dan monyet banyak kena TB. Sementara TB sendiri adalah penyakit menular. Pertanyaannya adalah: Dari mana monyet tertular TB? Dapat dibaca pada lanjutan tulisan ini: MONYET, MANUSIA DAN TUBERKULOSIS (3): SIAPA YANGDULUAN MENULARKAN TB, MONYET ATAU MANUSIA?
 
 
Link rujukan bacaan
 
Contributing to One World, One Health
 
Virginia Department of Health: Non-human Primates
 
Science daily: From the Mouths of Monkeys: Swab Technique Spots Tuberculosis in Non-Human Primates
 
MMWR CDC Atlanta
 
American Journal of Primatology, July 2012
From the mouths of monkeys: Detection of Mycobacterium tuberculosis complex DNA from buccal swabs of synanthropic macaques
 
www.scienceblog.com (gambar monyet)
 
Jokowi Musnahkan Enam Monyet Terinfeksi TBC

Most Recent Post