Thursday, May 23, 2013

PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (6): “PRONG 3” DARI PMTCT

Melanjutkan PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (5): “PRONG 2” DARI PMTCT (BAGIAN KEDUA), dimaka kita bertemu dengan wanita HIV Positif yang belum ingin hamil maupun yang ingin hamil, maka pada Prong 3  ini klien kita adalah wanita HIV positif yang hamil.
 
Alangkah baiknya kalau yang kita temui adalah Wanita hamil yang sudah menempuh perjalanan dari Prong 1 dan telah tahu status HIVnya melalui Tes HIV. Kemudian ia masuk ke Prong 2: Disini ia menyiapkan kondisi fisiknya. Bila belum siap ikut KB dulu, bila sudah siap (misalnya Jumlah Sel CD4 tinggi dan Viral Load rendah serta mendapatkan pengobatan dengan ARV ), ia hamil dan selanjutnya mendapatkan pelayanan di Prong 3.
 
Masalahnya menjadi beda kalau Universal Access (untuk testing HIV dan pengobatan ARV bagi yang membutuhkan) belum tercapai. Bisa saja terjadi status HIV baru diketahui setelah hamil, atau setelah melahirkan. Akan terjadi saling kejar antara upaya upaya pencegahan dan transmisi HIV dari Ibu ke janin dalam kandungan.
 
 
 
PRONG 3
 
Prong 3: For pregnant women living with HIV, ensure HIV testing and access to the antiretroviral drugs that will help mothers’ own health and prevent infection being passed on to their babies during pregnancy, delivery and breastfeeding.
 
Kata kunci program PMTCT dalam Prong 3 adalah:
  • Mengidentifikasi wanita hamil dengan HIV melalui testing HIV
  • Menyediakan intervensi spesifik komprehensif yang efektif untuk mencegah transmisi HIV dari Ibu HIV positif ke anak: Akses ARV guna kesehatan ibu dan pencegahan penularan selama kehamilan, persalinan dan menyusui
  • Peran laki-laki (suami amat besar)
 
INTERVENSI SPESIFIK PMTCT DALAM PRONG 3
 
Intervensi spesifik dalam PMTCT (Prevention from Mother to Child Transmission) pada prinsipnya sebagai berikut:
 
 
1. TESTING DAN KONSELING HIV
 
Bila wanita hamil datang dari sistem pelayanan PMTCT (dari Prong 2) kita sudah tahu situasinya.
 
Tetapi bila wanita hamil tersebut  datang tanpa tahu status HIVnya, maka ada dua opsi yang dapat dilakukan.
 
Pertama: Bila tingkat epidemi HIV sudah generalized, seyogyanya semua wanita hamil ditawart tes HIV
 
Kedua: Bila tingkat epidemi HIV masih concentrated, bisa ditawarkan testing bila dalam wawancara, mengarah ke perilaku berisiko baik dari yang bersangkutan maupun suaminya.  Testing bisa diinisiasi klien, bisa oleh petugas. Klien diberi penjelasan kemudian minta testing, atau petugas memberi penjelasan kemudian menawarkan testing
 
Mengenai tingkat epidemi dapat dibaca di TINGKATAN EPIDEMI HIV AIDS
 
Hanya dengan testing status HIV bisa diketahui. Hanya dengan mengetahui status HIV rencana kedepan dapat disiapkan lebih dini sekaligus lebih naik.
 
 
2. PENGOBATAN DENGAN ARV UNTUK IBU DAN BAYI.
 
Wanita hamil dengan HIV harus mendapatkan akses dengan ARV. ARV sebenarnya dapat diberikan kapan saja: Bisa pada CD4 di atas 350, Bisa saat CD4 350 atau lebih rendah. Jumlah sel CD4 perlu dimonitor secara berkala.
 
ARV diberikan untuk kepentingan ibu dan bayi yang akan dilahirkan. Bila ibu tidak sempat mendapatkan ARV karena berbagai hal, misalnya status HIV ibu baru diketahui menjelang persalinan maka bayi akan mendapatkan ARV profilaksis (untuk pencegahan).
 
Pada prinsipnya: Indikator keberhasilan pemberian ARV untuk ibu adalah “turunnya Viral Load”
 
 
3. PELAYANAN ANTENATAL DAN PERTOLONGAN PERSALINAN YANG AMAN DAN BERMUTU
 
Penularan HIV bisa terjadi selama persalinan. Oleh sebab itu pertolongan persalinan harus aman untuk ibu, aman untuk bayi sekaligus aman untuk petugas. Peningkatan risiko penularan dari Ibu dan tindakan-tindakan yang membawa risiko perlu diantisipasi. Mengenai risiko-risiko yang mungkin terjadi dapat dibaca pada PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (5): FAKTOR RISIKO TERJADINYA PENULARAN.
 
Ibu yang mendapatkan pengobatan dengan ARV, jumlah sel CD4 tinggi (termasuk Viral Load rendah), tidak ada komplikasi kehamilan yang membawa risiko untuk bayi, dapat bersalin normal tanpa tindakan Sectio Caesaria. Dokter spesialis yang menangani akan menetapkan hal ini.
 
Pada intinya, tujuan pertolongan persalinan disini adalah: Mengurangi risiko bayi kontak dengan darah ibu (yang HIV positif).
 
 
4. PEMBERIAN MAKANAN BAYI YANG AMAN
 
Dengan pemberian informasi yang tepat, konseling dan dukungan, Ibu dapat menentukan sendiri apakah akan menyusui sendiri bayinya (dengan ASI) atau menggunakan Susu Formula. Dapat dibaca pada PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (5): FAKTOR RISIKOTERJADINYA PENULARAN bahwa makin lama seorang ibu menyusui bayinya, risiko menularkan HIV (yang terdapat pada ASI) juga makin tinggi.
 
Bila kondisi memungkinkan, diberikan ASI Eksklusif (ASI saja) selama 6 bulan, kemudian baru diganti dengan susu formula.
 
Pemberian makanan bayi disini pada dasarnya: mencegah bayi tertular HIV melalui Air Susu Ibu dari Ibu HIV positif.
 
 
5. RUJUKAN KE “CARE, SUPPORT DAN TREATMENT” YANG KOMPREHENSIF
 
Pelayanan tidak berhenti sampai ibu selesai melahirkan dan membawa bayinya pulang ke rumah.  Care, Support dan Treatment yang komprehensig harus terus diberikan, tidak hanya kepada Ibu, tetapi juga bayi yang dilahirkan dan suaminya. Pada prinsipnya: Akses kepada pelayanan komprehensif yang berkesinambungan harus tetap ada. Pelayanan tidak berhenti di Prong 3.
 
 
KESIMPULAN
 
Menarik untuk dibaca tulisan Merry Wahyuningsih dalam detikHealth, berjudul: Menikah dan punya anak dengan pengidap HIV, siapa takut?
 
Dewasa ini, walau belum ada obat untuk membunuh HIV (virus penyebab AIDS) tetapi dengan mengikuti program PMTCT secara konsekwen dan konsisten, risiko penularan HIV dari Ibu (HIV positif) kepada bayi dalam kandungan sudah bisa ditekan sampai dibawah 5 %. Syaratnya: Mengerti caranya dan disiplin.
 
Dilanjutkan ke: PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (7): “PRONG 4” DARI PMTCT
 
RUJUKAN BACAAN
 
Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV Generic Training Package,  WHO/CDC
 

Monday, May 20, 2013

PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (5): “PRONG 2” DARI PMTCT (BAGIAN KEDUA)

Telah dijelaskan pada bagian pertama tulisan ini PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (4): “PRONG 2” DARI PMTCT (BAGIAN PERTAMA) bahwa Prong ke dua adalah kegiatan dukungan dan konseling untuk untuk wanita usia reproduktif yang HIV positif sehingga mereka dapat mengambil keputusan guna kebaikan masa depan kehidupan reproduksi mereka. Dengan perhatian khusus kepada upaya mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
 
Prong 2: Providing appropriate counselling and support to women living with HIV to enable them make an informed decision about their future reproductive life, with special attention to preventing unintended pregnancies.
 
Bila pada tulisan pertama menjelaskan “perlunya keluarga berencana” maka pada tulisan ke dua ini mengurai langkah-langkah yang diperlukan untuk konseling KB pada Wanita dengan HIV positif.

 
 
LANGKAH-LANGKAH KONSELING KB
 
Terkait dengan wanita yang HIV positif, terdapat tiga langkah utama dalam pelaksanaan konseling yaitu: (1) Membahas HIV dan kehamilan; (2) Membahas metode KB yang akan dipilih; (3) membahas HIV dan Fertilitas
 
 
1. HIV DAN KEHAMILAN
 
Merupakan langkah pertama konseling KB dengan wanita HIV positif. Beberapa hal yang perlu dibahas adalah:

·         Kehamilan tidak memperberat perjalanan infeksi HIV. Tetapi wanita dengan HIV positif berbeda dengan wanita dengan HIV negatif karena ia dapat melahirkan bayi yang HIV positif

·         Wanita dengan HIV positif dapat menularkan ke bayinya selama kehamilan, persalinan dan menyusui. Penting bagi seorang wanita hamil yang HIV positif untuk rajin kontrol di klinik KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), mengikuti program PMTCT dan mendapatkan pengobatan ARV secara teratur serta mendapatkan dukungan dan perawatan

·         Siap merawat dan membesarkan anak, dan bisa menerima realitas andaikan mempunyai anak yang kurang sehat karena kemungkinan seperti ini bisa saja terjadi. Dengan PMTCT yang baik risiko penularan dari ibu ke anak bisa ditekan sampai dibawah 5% bukan 100 %

 
2. PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI
 
Pada prinsipnya semua metode kontrasepsi, misalnya: Kondom (pria maupun wanita), hormonal, IUD, menyusui, dan sterilisasi aman untuk digunakan wanita dengan HIV positif.

a. Metode kontrasepsi yang dianjurkan

·         Kondom memberikan proteksi ganda. Disamping mencegah kehamilan juga memberikan perlindungan terhadap penularan IMS (Infeksi Menular seksual) dan mengurangi risiko penularan HIV.  Mengenai IMS, mengingat antara IMS dan HIV saling mempengaruhi maka Wanita dengan HIV positif perlu dilindungi dari IMS.

·         Kontrasepsi Hormonal misalnya “pil” atau “suntik” (Depo Provera) amat efektif untuk mencegah kehamilan. Dua hal yang perlu diperhatikan adalah (1) Kemungkinan adanya interaksi antara kontrasepsi hormonal dan obat ARV tertentu yang digunakan. Dalam hal ini sebaiknya menggunakan back up kontrasepsi, misalnya menggunakan kondom.  (2) Demikian pula untuk wanita (HIV positif maupun negatif) yang menderita TB dan mendapatkan pengobatan dengan Rifampisin.  Perlu back up dengan kondom karena rifampisin mengurangi potensi kontrasepsi hormonal tertentu.

·         IUD atau Spiral amat efektif untuk wanita dengan HIV positif yang mendapatkan terapi ARV. IUD tidak dianjurkan untuk wanita dengan HIV tahap lanjut yang tidak mendapatkan terapi ARV.

·         Laktasi (menyusui) adalah metode kontrasepsi sementara. Mampu mengurangi risiko kehamilan sampai 1 atau 2 persen tetapi harus bisa memenuhi tiga syarat, yaitu: (1) Menyusui paling lama 6 bulan; (2) Memberikan ASI Eksklusif yaitu hanya menyusui dengan ASI saja tanpa tambahan yang lain-lain, dan (3) Tidak mengalami menstruasi selama periode itu. metode ini sifatnya sementara jadi harus dipikirkan untuk segera memilih metode kontrasepsi lainnya.

·         Sterilisasi adalah metode paling efektif bila wanita sudah tidak ingin punya anak lagi.


b. Metode kontrasepsi yang tidak dianjurkan

·         Pantang berkala dan metode suhu tubuh basal tidak dianjurkan karena pada wanita dengan HIV positif yang mendapatkan pengobatan dengan ARV bisa terjadi perubahan siklus menstruasi dan kenaikan suhu tubuh

·         Spermisida atau diafragma dengan spermisida (misalnya foam, gel, krim, supositoria) juga tidak dianjurkan pemakaiannya untuk wanita dengan HIV positif karena justru memuedahkan transmisi HIV


3. HIV DAN FERTILITAS

HIV dapat menurunkan kesuburan tetapi pengobatan dengan ARV akan meningkatkan kesuburan. Hal ini perlu diketahui wanita yang mendapatkan terapi ARV bahwa kesuburannya bisa kembali. Oleh sebab itu metode keluarga berencana perlu benar-benar diperhatikan


KESIMPULAN

Prong 2 adalah untuk wanita dengan HIV positif, sudah berkeluarga maupun belum berkeluarga, yang saat ini tidak dalam keadaan hamil. Diantara mereka ada yang ingin anak ada juga yang merasa sudah cukup anak. Bagi yang sudah tidak ingin anak, paling bagus adalah sterilisasi. Bagi yang masih ingin anak, maka fisik dan mental harus disiapkan. Guna menyiapkan kondisi fisik dan mental disarankan untuk menunda kehamilan. Untuk itu disarankan mengikuti program keluarga berencana. Setelah benar-benar siap mereka akan hamil dan masuk dalam pelayanan Prong 3.

Dilanjutkan ke PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (6): “PRONG 3” DARI PMTCT (BAGIAN PERTAMA)

RUJUKAN BACAAN

http://www.unicef.org/aids/index_preventionyoung.html
http://www.who.int/hiv/pub/toolkits/PMTCT%20HIV%20Dept%20brief%20Oct%2007.pdf
Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV Generic Training Package,  WHO/CDC



Saturday, May 18, 2013

PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (4): “PRONG 2” DARI PMTCT (BAGIAN PERTAMA)


Prong 1 adalah untuk wanita usia reproduktif, atau usia subur. Upaya apa yang dilakukan pada prong 1 dapat dibaca pada posting Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (2) “Prong 1” dari PMTCT (Bagian pertama) dan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (3) “Prong 1” dari PMTCT (Bagian kedua).
 
Adapun Prong ke dua adalah kegiatan dukungan dan konseling untuk untuk wanita usia reproduktif yang HIV positif sehingga mereka dapat mengambil keputusan guna kebaikan masa depan kehidupan reproduksi mereka. Dengan perhatian khusus kepada upaya mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
 
Prong 2: Providing appropriate counselling and support to women living with HIV to enable them make an informed decision about their future reproductive life, with special attention to preventing unintended pregnancies.
 
Dapat dilihat pada bagan di bawah, bahwa di Prong 2 perjalanan kita belum sampai kepada wanita hamil. Oleh sebab itu upaya pada prong 1 dan prong 2 punya peran yang amat penting.
 
 
 
 
MENCEGAH KEHAMILAN YANG TIDAK DIRENCANAKAN
 
Pada Prong 2 kita akan bertemu dengan wanita yang HIV positif: Bisa belum berkeluarga, bisa sudah berkeluarga. Yang belum berkeluarga suatu saat akan menikah, dan punya anak. Demikian pula yang sudah berkeluarga, ada yang belum punya anak dan ingin anak, bisa juga ingi menambah anak.
 
Sebetulnya tidak ada masalah kesehatan bagi wanita dengan HIV positif sepanjang ia berobat dengan ARV terus-menerus, apalagi kalau ia memulai pengobatan dengan ARV sejak dini pada saat jumlah sel CD4 masih baik (350/mm kubik).
 
Yang jadi masalah adalah kalau ia ingin anak dan hamil. (Dapat dibaca di PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (3): HIV DAN KEHAMILAN) Harus yakin betul bahwa CD4 Count tinggi dan Viral Load rendah. (Dapat dibaca di HIV/AIDS: CD4 Count dan Viral Load). Disamping itu ia harus siap sampai anak lahir dan memberi makan bayinya. Bila belum siap, sebaiknya berupaya untuk menunda keinginan punya anak dengan metoda keluarga berencana. Dalam hal ini Klinik KB (Keluarga Berencana) merupakan jejaring dan bagian dari pelayanan PMTCT
 
Foto Billboard dari Malawi di atas adalah contoh penyuluhan yang bagus: “Children by Choice Not Chance”.
 
MANFAAT PROGRAM KELUARGA BERENCANA BAGI WANITA HIV POSITIF
 
Pelayanan KB adalah bagian dari pelayanan komprehensif untuk mencegah penularan dari Ibu (HIV positif) kepada janin dalam kandungannya. Melalui konseling KB yang bermutu dan penyediaan alat kontrasepsi (KB) yang aman dan efektif akan membantu wanita dengan HIV positif memetik manfaat untuk dirinya, anaknya dan keluarganya, karena ia telah paham bahwa:

1.    HIV dapat menginfeksi janin dalam kandungannya

2.    Wanita yang baru terinfeksi HIV risikonya besar untuk menularkan HIV pada bayinya (karena Viral Load tinggi pada awal infeksi HIV)

3.    Dengan jumlah sel CD4 yang tinggi dan stabil, demikian pula  Viral Load yang rendah plus kesehatan umum yang baik, Ibu bisa hamil dengan aman

4.    Bila kondisi belum memungkinkan untuk hamil, lebih baik menunda kehamilan, sampai kondisi memungkinkan

5.    Alat kontrasepsi (KB) yang aman dann efektif tersedia secara cuma-cuma

6.    Ibu (HIV positif) yang hamil bisa melahirkan bayi HIV negatif dengan mengikuti prosedur PMTCT

7.    Disamping itu dengan mengikuti program KB kelahiran bisa dijarangkan, Ibu punya peluang untuk meningkatkan kesehatan dan mengurus keluarga.

Satu hal yang perlu menjadi perhatian bahwa kehamilan dan keluarga berencana melibatkan dua orang yaitu: Suami dan isteri. Oleh sebab itu dalam konseling KB perlu dihadiri keduanya. Dukungan suami dalam hal ini amat menentukan.
 
 
KONSELING KB
 
Semua wanita tanpa melihat status HIVnya mempunyai hak untuk menentukan pilihannya sendiri. Mau hamil atau tidak hamil, mau KB atau tidak, kalau mau KB pakai alat apa. Dalam kaitan dengan status HIV, sebenarnya juga sama saja: Wanita yang menderita Kencing Manis, TB, Darah Tinggi, dll termasuk HIV positif. Sebelum hamil harus memikirkan lebih dulu mengenai kesehatan dirinya dan kesehatan bayi yang akan dilahirkan.
 
Khusus mengenai HIV, di atas telah dijelaskan bahwa HIV dan kehamilan keduanya saling mempengaruhi dan hasilnya berpeluang melahirkan bayi HIV positif. Oleh sebab itu konselor harus mampu meyakinkan wanita tersebut, melalui skill komunikasi yang baik dan etis, memberikan informasi yang faktual, tidak bias dan komprehensif. Dukungan suami amat diperlukan, oleh sebab itu konseling sebaiknya dilakukan bukan kepada perorangan tetapi kepada pasangan suami isteri.
 
 
 
RUJUKAN BACAAN
 
Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV Generic Training Package,  WHO/CDC

Thursday, May 16, 2013

PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (3): "PRONG 1" DARI PMTCT (BAGIAN KE DUA)

Melanjutkan posting PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (2): "PRONG 1" DARI PMTCT (BAGIAN PERTAMA) disebutkan bahwa Pencegahan primer merupakan cara paling efektif guna mencegah penularan penyakit sekaligus meminimalkan dampak negatif pada individu, keluarga dan masyarakat.
 
Dengan pencegahan primer yang baik dan konsisten maka beban pada pencegahan sekunder dan tersier akan lebih ringan.
 
Oleh sebab itu dalam respons kita terhadap HIV maka pencegahan primer harus menjadi bagian yang paling utama.

Prong 1: Primary prevention of HIV among women of reproductive age within services related to reproductive health such as antenatal care, postpartum/natal care and other health and HIV service delivery points, including working with community structures

Pencegahan primer merupakan strategi pertama dari 4 strategi yang digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
 
 
 
Pembahasan pertama pada tulisan sebelum ini adalah PENDIDIKAN KESEHATAN DAN KONSELING. Kita masuk pada pembahasan kedua yaitu:
 
 
2. “ABC” SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PRIMER
 
Dalam upaya pencegahan penularan melalui hubungan seksual, kita kenal istilah ABC: Abstain, Be faithful dan Condom.
 
Pengertian Abstain adalah tidak melakukan hubungan seksual. Apa manfaat melakukan hubungan seksual bagi orang yang belum menikah, kalau kita tidak tahu status HIV pasangan kita, ditimbang dengan risiko tidak menyenangkan di masa depan. Jadi lebih baik abstain.
 
Adapun pengertian Be faithful adalah setia pada satu pasangan yang tetap dan tentusaja diyakini bahwa kita dan pasangan kita status HIVnya negatif dan tidak ada risiko tertular melalui cara  di luar hubungan seksual (misalnya pecandu narkotika suntik). Sering berganti-ganti pasangan mengandung risiko besar untuk terinfeksi HIV
 
Selanjutnya yang ketiga adalah Condom. Agak sulit bicara tentang condom dalam tulisan karena bisa multitafsir. Bicara tentang kondom sebaiknya dalam dialog khusus. Yang jelas disini apabila salah satu apakah yang laki-laki atau yang perempuan kebetulan HIV positif, maka kalau mau melakukan hubungan seksual yang bertanggung jawab, perlu menggunakan condom. Bagaimanapun condom mengurangi risiko transmisi HIV, dan akan semakin berkurang risiko transmisinya apabila pasangan yang HIV positif juga menjalani pengobatan dengan ARV secara konsisten.
 
 
3. DITAMBAH “D”: DRUG “NO”
 
Pencegahan primer melalui “ABC” di atas rasanya masih kurang. Bisa saja terjadi sudah setia dan tidak ganti-ganti pasangan, ternyata terinfeksi juga. Hal ini bisa terjadi antara lain karena salah satu (pria atau wanita) adalah pecandu narkotika suntik dengan penggunaan jarum secara bergantian.
 
Hati-hati kalau terinfeksi HIVnya justru terjadi saat hamil. Viral Load amat tinggi pada awal infeksi. Berarti risiko janin tertular juga amat tinggi (PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (5): FAKTOR RISIKO TERJADINYA PENULARAN)
 
Itulah sebabnya ABC bisa kita perkuat menjadi ABCD. Yang pertama untuk hubungan seksual dan yang kedua untuk hubungan seksual plus salah satu cara penularan melalui darah, yaitu penggunaan jarum suntik tidak steril secara bergantian pada penasun (pecandu narkotika suntik).
 
Perlu diperhatikan bahwa menurut data Kemenkes RI, proporsi penularan berdasar faktor risiko yang terjadi di kalangan penasun di Indonesia secara kumulatif sejak 1987 s/d 2012 sebesar 17,5 % dan  penularan melalui hubungan seks heteroseksual sebesar 58,7 %.
 
 
4. PENCEGAHAN PENULARAN MELALUI DARAH
 
Terkait dengan penggunaan jarum suntik yang tidak steril, wanita juga harus waspada dengan alat-alat tusuk lainnya yang tidak steril. Jangan segan-segan menanyakan sterilitas alat-alat seperti alat tindik, tato dan tusuk jarum.
 
Darah donor dari PMI sudah diskrining terhadap beberapa organisme penyebab penyakit termasuk HIV. Tidak perlu khawatir bila harus mendapatkan tranfusi darah sepanjang menggunakan darah PMI.
 
 
4. JANGAN SAMPAI KENA INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)
 
Infeksi menular seksual, seperti Sifilis, Gonorroea dan jamur Chlamidia hendaknya dihindari. Caranya sederhana saja: Jangan terlalu sering berganti-ganti pasangan. IMS atau dalam bahasa Inggris disebut STI (Sexually Transmitted Infection) mempunyai hubungan timbal balik dengan HIV. Adanya STI meningkatkan risiko transmisi HIV, demikian pula sebaliknya, adanya infeksi HIV memperberat STI dan menyulitkan pengobatan STI sehingga tidak dapat diobati dengan obat-obat STI yang konvensional.
 
Pelayanan pada prong 1 ini harus punya jejaring dengan pelayanan STI. Deteksi dan pengobatan dini STI bisa menurunkan insidens HIV di populasi umum sampai 40 %. Tersedianya pelayanan STI memberi peluang untuk penyuluhan tentang HIV dan pencegahan penularan dari Ibu ke Anak serta merujuk penderita untuk testing dan konseling tentang HIV.
 
 
5. DIMANA PERAN LAKI-LAKI?
 
Peran laki-laki amat besar dalam mencegah seorang wanita terinfeksi HIV. Hal ini dapat dibaca pada posting Mencegah HIV/AIDS: Peran Laki-laki sangat besar khususnya dalam prong 1 ini.
 
Prong 1 memang untuk wanita usia subur, tetapi tidak boleh dilupakan bahwa kesuburan seorang wanita terkait erat dengan kehadiran seorang suami.
 
Oleh sebab itu konseling yang dilakukan kepada seorang wanita, kalau ia sudah bersuami maka suaminya harus dihadirkan.
 
Akan sulit bagi seorang wanita yang saat ini HIV negatif tetapi di luar rumah suaminya banyak punya pasangan seksual atau seorang penasun yang menggunakan jarum suntik secara bergantian.
 
Bila perlu, suami ditawari tes setelah diberikan penjelasan bahwa kesediaannya akan amat membantu supaya istrinya melahirkan bayi yang sehat.
 
 
PENUTUP
 
Pencegahan primer adalah isue untuk wanita. Mengapa demikian? Kemiskinan, kondisi sosiokultur, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya akses terhadap informasi, kekerasan terhadap wanita, semuanya akan mengarah kepada ketidak-setaraan gender yang mengakibatkan posisi tawar wanita menjadi lemah. Dalam kondisi seperti ini wanita lebih rentan untuk tertular HIV.
 
Inilah tantangan yang sebenarnya dalam prong 1. Diperlukan uluran tangan semua pihak, kerjasama yang terpadu semua pihak, karena HIV dan AIDS bukan masalah kesehatan semata. Diperlukan pula tanggung-jawab laki-laki karena HIV dan AIDS juga merupakan masalah keluarga.
 
Dilanjutkan ke PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (3): "PRONG 2" DARI PMTCT
 
 
RUJUKAN BACAAN
 
Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV Generic Training Package,  WHO/CDC
 

Tuesday, May 14, 2013

PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (2): "PRONG 1" DARI PMTCT (BAGIAN PERTAMA)

Secara umum dalam pengendalian penyakit kita mengenal pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer adalah upaya promotif dan preventif guna mengupayakan orang sehat tetap sehat, bahkan semakin sehat sehingga tidak jatuh sakit.
 
Kita kenal istilah penyuluhan kesehatan, jamban keluarga, perbaikan gizi, cuci tangan sebelum makan, imunisasi dll. Semuanya merupakan upaya pencegahan primer. Sebagai catatan karena belum ada Vaksin untuk mencegah HIV maka dalam pencegahan primer untuk HIV pada masa sekarang ini, kita belum bisa bicara tentang vaksin.
 
Pencegahan primer merupakan cara paling efektif guna mencegah penularan penyakit sekaligus meminimalkan dampak negatif pada individu, keluarga dan masyarakat. Dengan pencegahan primer yang baik dan konsisten maka beban pada pencegahan sekunder dan tersier akan lebih ringan. Oleh sebab itu dalam respons kita terhadap HIV maka pencegahan primer harus menjadi bagian yang paling utama.

Prong 1: Primary prevention of HIV among women of reproductive age within services related to reproductive health such as antenatal care, postpartum/natal care and other health and HIV service delivery points, including working with community structures

Tulisan ini adalah lanjutan dari PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (1): OVERVIEW yang menjelaskan empat prong (elemen) yang merupakan intervensi kunci dalam pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak, yang secara ringkas dapat dilihat pada bagan di bawah
 
 
 
MENGETAHUI CARA PENULARAN, MODAL UTAMA PENCEGAHAN PRIMER
 
Hampir semua orang sudah tahu hal-hal yang menularkan HIV dan hal-hal yang tidak menularkan HIV. Media penular adalah darah, cairan sperma (pria) atau cairan vagina (wanita) dan air susu ibu, yang semuanya harus terdapat pada orang dengan HIV positif. Mengenai hal ini dapat dirujuk kembali pada tulisan HIV: Dimana berada dan bagaimana cara penularannya dan tulisan Hal-hal yang tidak menularkan HIV.
 
Dalam kaitan dengan Penularan dari Ibu ke anak, seorang wanita dapat tertular dari suami atau pasangannya yang HIV positif, dari penggunaan bersama jarum suntik kalau ia pecandu narkotik suntik, atau kontak dengan darah misalnya darah tranfusi, alat tindik, alat tato yang terpapar HIV.
 
Di negara kita pada awal masuknya HIV sekitar tahun 1987 proporsi terbesar cara penularan adalah melalui hubungan seks homoseksual. Dalam perjalanan waktu  dewasa ini proporsi penularan terbesar adalah melalui hubungan seks heteroseksual. Penularan melalui hubungan seks heteroseksual (antara laki-laki dan perempuan) membawa risiko kalau perempuan tersebut hamil, dapat melahirkan bayi yang HIV Positif.
 
Data s/d tahun 2012 dari Subdit Pengendalian AIDS dan PMS Kemenkes RI menunjukkan bahwa proporsi penularan melalui hubungan seks heteroseksual adalah 58,7% dan penularan dari ibu ke anak sebesar 2,7%.  Suatu hal yang tidak boleh kita anggap enteng.
 
 
PRONG 1: UNTUK WANITA USIA REPRODUKTIF
 
Wanita usia reproduktif tentunya meliputi semua wanita tanpa melihat status pernikahannya. Sebaiknya di prong 1 inilah wanita melakukan tes HIV. Kalau positif maka ia masuk ke ranah prong 2.
 
 
1. PENDIDIKAN KESEHATAN DAN KONSELING
 
Prong 1 adalah upaya di hulu supaya wanita yang HIV negatif tetap negatif selamanya. Untuk itu dilakukan upaya promotif guna meningkatkan pengetahuan komprehensifnya tentang HIV dan AIDS sehingga ia mampu melakukan upaya pencegahan agar tidak terinfeksi HIV.
 
Konseling mohon jangan diartikan secara sempit hanya untuk urusan AIDS saja. Konseling secara sederhana dapat diartikan komunikasi dua arah antara klien dan konselor, untuk kepentingan dan kebaikan klien, dalam hal apa saja. Dapat kita baca definisi Counselling di Merriam-Webster dictionary sebagai berikut:
 
Professional guidance of the individual by use of standard psychological methods such as collecting case-history data, using various techniques of the personal interview, and testing interests and aptitudes. The counselor's goal is generally to orient the individual toward opportunities that can best guarantee fulfillment of his personal needs and aspirations. The counselor usually attempts to clarify the client's own thinking rather than to solve his problems. Professional counselors (such as educational guidance and career counselors) and counseling psychologists (such as marriage and bereavement counselors) are found in a wide variety of institutional settings and in private practice. (Concise Encyclopedia)
 
Dalam kaitan dengan intervensi di Prong 1 untuk pencegahan penularan dari Ibu ke Anak (PMTCT) maka konseling dapat dilakukan dimana saja: Di rumah sakit, klinik KIA, klinik IMS, klinik KB, dll. Dengan konseling diharapkan tumbuh dalam diri klien keinginan untuk melakukan testing HIV (Client Iniciated). Walaupun tidak tertutup kemungkinan bahwa inisiasi berasal dari petugas (Provider Initiated) terutama bila dari hasil wawancara mengarah ke kemungkinan bahwa klien berisiko terinfeksi HIV.
 
Mengetahui status HIV lebih baik daripada tidak tahu. Yang negatif bisa menjaga agar tetap negatif, yang positif bisa mengambil langkah-langkah yang diperlukan, dalam hal ini supaya melahirkan bayi yang HIV negatif. Tes HIV sama saja dengan tes yang lain. Kalau wanita sebelum hamil melakukan tes untuk toksoplasma, mengapa tidak sekalian tes untuk HIV. Toksoplasma dan HIV sama-sama bisa mempengaruhi janin dalam kandungan.
 
 
 
RUJUKAN BACAAN
 
Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV Generic Training Package,  WHO/CDC
 

Most Recent Post