Thursday, May 23, 2013

PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (6): “PRONG 3” DARI PMTCT

Melanjutkan PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (5): “PRONG 2” DARI PMTCT (BAGIAN KEDUA), dimaka kita bertemu dengan wanita HIV Positif yang belum ingin hamil maupun yang ingin hamil, maka pada Prong 3  ini klien kita adalah wanita HIV positif yang hamil.
 
Alangkah baiknya kalau yang kita temui adalah Wanita hamil yang sudah menempuh perjalanan dari Prong 1 dan telah tahu status HIVnya melalui Tes HIV. Kemudian ia masuk ke Prong 2: Disini ia menyiapkan kondisi fisiknya. Bila belum siap ikut KB dulu, bila sudah siap (misalnya Jumlah Sel CD4 tinggi dan Viral Load rendah serta mendapatkan pengobatan dengan ARV ), ia hamil dan selanjutnya mendapatkan pelayanan di Prong 3.
 
Masalahnya menjadi beda kalau Universal Access (untuk testing HIV dan pengobatan ARV bagi yang membutuhkan) belum tercapai. Bisa saja terjadi status HIV baru diketahui setelah hamil, atau setelah melahirkan. Akan terjadi saling kejar antara upaya upaya pencegahan dan transmisi HIV dari Ibu ke janin dalam kandungan.
 
 
 
PRONG 3
 
Prong 3: For pregnant women living with HIV, ensure HIV testing and access to the antiretroviral drugs that will help mothers’ own health and prevent infection being passed on to their babies during pregnancy, delivery and breastfeeding.
 
Kata kunci program PMTCT dalam Prong 3 adalah:
  • Mengidentifikasi wanita hamil dengan HIV melalui testing HIV
  • Menyediakan intervensi spesifik komprehensif yang efektif untuk mencegah transmisi HIV dari Ibu HIV positif ke anak: Akses ARV guna kesehatan ibu dan pencegahan penularan selama kehamilan, persalinan dan menyusui
  • Peran laki-laki (suami amat besar)
 
INTERVENSI SPESIFIK PMTCT DALAM PRONG 3
 
Intervensi spesifik dalam PMTCT (Prevention from Mother to Child Transmission) pada prinsipnya sebagai berikut:
 
 
1. TESTING DAN KONSELING HIV
 
Bila wanita hamil datang dari sistem pelayanan PMTCT (dari Prong 2) kita sudah tahu situasinya.
 
Tetapi bila wanita hamil tersebut  datang tanpa tahu status HIVnya, maka ada dua opsi yang dapat dilakukan.
 
Pertama: Bila tingkat epidemi HIV sudah generalized, seyogyanya semua wanita hamil ditawart tes HIV
 
Kedua: Bila tingkat epidemi HIV masih concentrated, bisa ditawarkan testing bila dalam wawancara, mengarah ke perilaku berisiko baik dari yang bersangkutan maupun suaminya.  Testing bisa diinisiasi klien, bisa oleh petugas. Klien diberi penjelasan kemudian minta testing, atau petugas memberi penjelasan kemudian menawarkan testing
 
Mengenai tingkat epidemi dapat dibaca di TINGKATAN EPIDEMI HIV AIDS
 
Hanya dengan testing status HIV bisa diketahui. Hanya dengan mengetahui status HIV rencana kedepan dapat disiapkan lebih dini sekaligus lebih naik.
 
 
2. PENGOBATAN DENGAN ARV UNTUK IBU DAN BAYI.
 
Wanita hamil dengan HIV harus mendapatkan akses dengan ARV. ARV sebenarnya dapat diberikan kapan saja: Bisa pada CD4 di atas 350, Bisa saat CD4 350 atau lebih rendah. Jumlah sel CD4 perlu dimonitor secara berkala.
 
ARV diberikan untuk kepentingan ibu dan bayi yang akan dilahirkan. Bila ibu tidak sempat mendapatkan ARV karena berbagai hal, misalnya status HIV ibu baru diketahui menjelang persalinan maka bayi akan mendapatkan ARV profilaksis (untuk pencegahan).
 
Pada prinsipnya: Indikator keberhasilan pemberian ARV untuk ibu adalah “turunnya Viral Load”
 
 
3. PELAYANAN ANTENATAL DAN PERTOLONGAN PERSALINAN YANG AMAN DAN BERMUTU
 
Penularan HIV bisa terjadi selama persalinan. Oleh sebab itu pertolongan persalinan harus aman untuk ibu, aman untuk bayi sekaligus aman untuk petugas. Peningkatan risiko penularan dari Ibu dan tindakan-tindakan yang membawa risiko perlu diantisipasi. Mengenai risiko-risiko yang mungkin terjadi dapat dibaca pada PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (5): FAKTOR RISIKO TERJADINYA PENULARAN.
 
Ibu yang mendapatkan pengobatan dengan ARV, jumlah sel CD4 tinggi (termasuk Viral Load rendah), tidak ada komplikasi kehamilan yang membawa risiko untuk bayi, dapat bersalin normal tanpa tindakan Sectio Caesaria. Dokter spesialis yang menangani akan menetapkan hal ini.
 
Pada intinya, tujuan pertolongan persalinan disini adalah: Mengurangi risiko bayi kontak dengan darah ibu (yang HIV positif).
 
 
4. PEMBERIAN MAKANAN BAYI YANG AMAN
 
Dengan pemberian informasi yang tepat, konseling dan dukungan, Ibu dapat menentukan sendiri apakah akan menyusui sendiri bayinya (dengan ASI) atau menggunakan Susu Formula. Dapat dibaca pada PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (5): FAKTOR RISIKOTERJADINYA PENULARAN bahwa makin lama seorang ibu menyusui bayinya, risiko menularkan HIV (yang terdapat pada ASI) juga makin tinggi.
 
Bila kondisi memungkinkan, diberikan ASI Eksklusif (ASI saja) selama 6 bulan, kemudian baru diganti dengan susu formula.
 
Pemberian makanan bayi disini pada dasarnya: mencegah bayi tertular HIV melalui Air Susu Ibu dari Ibu HIV positif.
 
 
5. RUJUKAN KE “CARE, SUPPORT DAN TREATMENT” YANG KOMPREHENSIF
 
Pelayanan tidak berhenti sampai ibu selesai melahirkan dan membawa bayinya pulang ke rumah.  Care, Support dan Treatment yang komprehensig harus terus diberikan, tidak hanya kepada Ibu, tetapi juga bayi yang dilahirkan dan suaminya. Pada prinsipnya: Akses kepada pelayanan komprehensif yang berkesinambungan harus tetap ada. Pelayanan tidak berhenti di Prong 3.
 
 
KESIMPULAN
 
Menarik untuk dibaca tulisan Merry Wahyuningsih dalam detikHealth, berjudul: Menikah dan punya anak dengan pengidap HIV, siapa takut?
 
Dewasa ini, walau belum ada obat untuk membunuh HIV (virus penyebab AIDS) tetapi dengan mengikuti program PMTCT secara konsekwen dan konsisten, risiko penularan HIV dari Ibu (HIV positif) kepada bayi dalam kandungan sudah bisa ditekan sampai dibawah 5 %. Syaratnya: Mengerti caranya dan disiplin.
 
Dilanjutkan ke: PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (7): “PRONG 4” DARI PMTCT
 
RUJUKAN BACAAN
 
Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV Generic Training Package,  WHO/CDC
 

No comments:


Most Recent Post