Setelah diagnosa ditegakkan secara
pasti melalui konfirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis maka pengobatan segera
dimulai. Satu hal yang amat penting dan harus
dipatuhi baik oleh petugas kesehatan maupun penderita adalah pedoman
penatalaksanaan yang ditetapkan WHO.
Pedoman tersebut memberikan penekanan
pada: (1) Pemberian obat paling efektif yang sudah standar (2) Pengobatan
jangka pendek (6-8 bulan) (3) Obat kombinasi yang sudah tetap (FDC: Fixed-dose
Combination). Tujuannya adalah: (1) Meningkatkan kepatuhan penderita karena
pengobatan jangka pendek dan (2) mengurangi risiko timbulnya resistensi obat
(obat standar, tetap dan kombinasi.
Obat standar tersebut diberikan kepada
penderita dewasa dan anak-anak, sputum BTA Positif, Sputum BTA negatif (setelah
ditindak lanjuti dengan pemeriksaan biakan) dan TB ekstrapulmonal.
SUPERVISI:
DIRECT OBSERVED DENGAN PATIENT SUPPORT
Percuma saja kalau obat FDC sudah
diberikan tetapi tidak didukung kepatuhan pasien untuk menyelesaikan pengobatan
sampai dosis terakhir. Bisa karena berobat dua bulan sudah merasa baik kemudian
merasa tidak perlu berobat, bisa pula karena berbagai hal lain yang menyebabkan
penderita putus obat. Petugas kesehatan harus mengidentifikasi hal-hal yang
umumnya membuat pasien menghentikan pengobatan.
Tujuan supervisi pemberian obat adalah
untuk menjamin agar pasien patuh berobat secara teratur sampai selesai
pengobatan. Dengan kata lain pasien harus diawasi langsung sekaligus dimotivasi
saat minum obat (DOT: Directly Observed Treatment). Hasilnya adalah pasien
sembuh dan resistensi dapat dicegah.
Supervisi harus konteks-spesifik,
berorientasi kepada penderita dan memperhatikan kondisi lokal spesifik: Bisa
dilakukan di sarana kesehatan, di tempat kerja, di tempat berkumpul masyarakat
setempat maupun rumah penderita.
Yang melakukan supervisi pun tidak harus
petugas kesehatan: Bisa menggunakan mitra yang peeduli TB, tokoh masyarakat
setempat, organisasi kemasyarakatan, keluarga penderita dan sebagainya.
Untuk
kelompok-kelompok tertentu misalnya penghuni lembaga pemasyarakatan, kelompok
penasun, penderita gangguan mental, pemberian dukungan moril harus lebih
diperkuat.
Waktu pengobatan 6-8 bulan boleh kita
katakan pendek, tetapi bagi yang mengalami mungkin saja terasa panjang. Tanpa dukungan
pasien untuk taat berobat maka supervisi akan sia-sia. Ketaatan tidak hanya
untuk penderita, tetapi juga berlaku untuk petugas: bahwa ia harus memberikan
dukungan dan pelayanan tanpa bosan.
MENINGKATKAN
AKSES PELAYANAN
Andaikan ada 100 penderita TB Paru
aktif tetapi yang diobati dengan strategi DOTS hanya 10, ditinjau dari sisi “kesehatan
masyarakat” tidak ada manfaatnya. Masih ada 90 orang yang tidak diobati dan
berpotensi jadi sumber penularan.
Dalam hal ini harus ada upaya untuk
meningkatkan akses. Secara epidemiologis baru bermakna bila sedikitnya 70% yang
ditemukan dan 85% diobati. Dapat dibaca di seri tulisan Universal Access dan Barrier penghalang kesembuhan TB paru (1) dan (2).
Barrier bisa terjadi di masyarakat
maupun dalam sistem kesehatan itu sendiri. Di masyarakat bisa terjadi
mambatan-hambatan fisik, finansial, sosial dan budaya. Hambatan sosial dan budaya
bisa diatasi melalui komunikasi dengan pemuka masyarakat dan keluarga, hambatan
finansial untuk “obat” telah diatasi pemerintah dengan pembebasan biaya. Sementara
dalam sistem kesehatan bisa terjadi karena ketiadaan atau ketidak-merataan sarana
pelayanan termasuk laboratorium dan obat serta petugas kesehatan.
KESIMPULAN
Perhatian khusus perlu diberikan
kepada kelompok-kelompok rentan antara lain: Masyarakat miskin di kota maupun
desa, orang-orang yang tinggal di daerah terpencil dan tertinggal, anak-anak,
penderita TB dengan HIV dan penghuni lembaga kemasyarakatan.
Perilaku profesional petugas harus
ditingkatkan sejalan dengan peningkatan kemampuan advokasi dan komunikasi.
Pemberian obat dengan strategi DOTS
harus dilaksanakan semua provider kesehatan. Tidak hanya di puskesmas yang
merupakan basis pelayanan kesehatan primer, tetapi juga di balai pengobatan,
rumah sakit pemerintah dan swasta serta dokter praktek swasta.
Dan satu lagi yang perlu mendapatkan
perhatian adalah: Issue Gender. Mycobacterium tuberculosis tidak pilih-pilih
korban, sementara di beberapa tempat manusia masih pilih-pilih dalam hal
kesetaraan.
Dilanjutkan ke: STRATEGI MELAWAN TB DENGAN DOTS (5) SUPLAI DAN MANAJEMEN OBAT
TULISAN INI ADALAH
EPISODE KE 4 DARI 7 TULISAN
2. Strategi melawan TB dengan DOTS (2): Komitmen politis |
3. Strategi melawan TB dengan DOTS (3): Deteksi dan diagnosa dini |
4. Strategi melawan TB dengan DOTS (4): Obat standar dan dukungan penderita |
5. Strategi melawan TB dengan DOTS (5): Suplai dan manajemen obat |
6. Strategi melawan TB dengan DOTS (6): Monitoring dan evaluasi |
7. Strategi melawan TB dengan DOTS (7): Kesimpulan |
Rujukan
bacaan
No comments:
Post a Comment