Wednesday, March 13, 2013

STRATEGI MELAWAN TB DENGAN DOTS (4): OBAT STANDAR DENGAN PENGAWASAN DAN DUKUNGAN PASIEN



Setelah diagnosa ditegakkan secara pasti melalui konfirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis maka pengobatan segera dimulai. Satu hal yang amat penting dan harus dipatuhi baik oleh petugas kesehatan maupun penderita adalah pedoman penatalaksanaan yang ditetapkan WHO.
 
Pedoman tersebut memberikan penekanan pada: (1) Pemberian obat paling efektif yang sudah standar (2) Pengobatan jangka pendek (6-8 bulan) (3) Obat kombinasi yang sudah tetap (FDC: Fixed-dose Combination). Tujuannya adalah: (1) Meningkatkan kepatuhan penderita karena pengobatan jangka pendek dan (2) mengurangi risiko timbulnya resistensi obat (obat standar, tetap dan kombinasi.
 
Obat standar tersebut diberikan kepada penderita dewasa dan anak-anak, sputum BTA Positif, Sputum BTA negatif (setelah ditindak lanjuti dengan pemeriksaan biakan) dan TB ekstrapulmonal.
 
 
SUPERVISI: DIRECT OBSERVED DENGAN PATIENT SUPPORT
Percuma saja kalau obat FDC sudah diberikan tetapi tidak didukung kepatuhan pasien untuk menyelesaikan pengobatan sampai dosis terakhir. Bisa karena berobat dua bulan sudah merasa baik kemudian merasa tidak perlu berobat, bisa pula karena berbagai hal lain yang menyebabkan penderita putus obat. Petugas kesehatan harus mengidentifikasi hal-hal yang umumnya membuat pasien menghentikan pengobatan.
 
Tujuan supervisi pemberian obat adalah untuk menjamin agar pasien patuh berobat secara teratur sampai selesai pengobatan. Dengan kata lain pasien harus diawasi langsung sekaligus dimotivasi saat minum obat (DOT: Directly Observed Treatment). Hasilnya adalah pasien sembuh dan resistensi dapat dicegah.
 
Supervisi harus konteks-spesifik, berorientasi kepada penderita dan memperhatikan kondisi lokal spesifik: Bisa dilakukan di sarana kesehatan, di tempat kerja, di tempat berkumpul masyarakat setempat maupun rumah penderita.
 
Yang melakukan supervisi pun tidak harus petugas kesehatan: Bisa menggunakan mitra yang peeduli TB, tokoh masyarakat setempat, organisasi kemasyarakatan, keluarga penderita dan sebagainya.
 
Untuk kelompok-kelompok tertentu misalnya penghuni lembaga pemasyarakatan, kelompok penasun, penderita gangguan mental, pemberian dukungan moril harus lebih diperkuat.
 
Waktu pengobatan 6-8 bulan boleh kita katakan pendek, tetapi bagi yang mengalami mungkin saja terasa panjang. Tanpa dukungan pasien untuk taat berobat maka supervisi akan sia-sia. Ketaatan tidak hanya untuk penderita, tetapi juga berlaku untuk petugas: bahwa ia harus memberikan dukungan dan pelayanan tanpa bosan.
 
 
MENINGKATKAN AKSES PELAYANAN
 
Andaikan ada 100 penderita TB Paru aktif tetapi yang diobati dengan strategi DOTS hanya 10, ditinjau dari sisi “kesehatan masyarakat” tidak ada manfaatnya. Masih ada 90 orang yang tidak diobati dan berpotensi jadi sumber penularan.
 
Dalam hal ini harus ada upaya untuk meningkatkan akses. Secara epidemiologis baru bermakna bila sedikitnya 70% yang ditemukan dan 85% diobati. Dapat dibaca di seri tulisan Universal Access dan Barrier penghalang kesembuhan TB paru (1) dan (2).
 
Barrier bisa terjadi di masyarakat maupun dalam sistem kesehatan itu sendiri. Di masyarakat bisa terjadi mambatan-hambatan fisik, finansial, sosial dan budaya. Hambatan sosial dan budaya bisa diatasi melalui komunikasi dengan pemuka masyarakat dan keluarga, hambatan finansial untuk “obat” telah diatasi pemerintah dengan pembebasan biaya. Sementara dalam sistem kesehatan bisa terjadi karena ketiadaan atau ketidak-merataan sarana pelayanan termasuk laboratorium dan obat serta petugas kesehatan.
 
 
KESIMPULAN
 
Perhatian khusus perlu diberikan kepada kelompok-kelompok rentan antara lain: Masyarakat miskin di kota maupun desa, orang-orang yang tinggal di daerah terpencil dan tertinggal, anak-anak, penderita TB dengan HIV dan penghuni lembaga kemasyarakatan.
 
Perilaku profesional petugas harus ditingkatkan sejalan dengan peningkatan kemampuan advokasi dan komunikasi.
 
Pemberian obat dengan strategi DOTS harus dilaksanakan semua provider kesehatan. Tidak hanya di puskesmas yang merupakan basis pelayanan kesehatan primer, tetapi juga di balai pengobatan, rumah sakit pemerintah dan swasta serta dokter praktek swasta.
 
Dan satu lagi yang perlu mendapatkan perhatian adalah: Issue Gender. Mycobacterium tuberculosis tidak pilih-pilih korban, sementara di beberapa tempat manusia masih pilih-pilih dalam hal kesetaraan.
 
Dilanjutkan ke: STRATEGI MELAWAN TB DENGAN DOTS (5) SUPLAI DAN MANAJEMEN OBAT
 
TULISAN INI ADALAH EPISODE KE 4 DARI 7 TULISAN
 
Rujukan bacaan


No comments:


Most Recent Post