Bila kita putar jarum jam ke belakang
dan kembali pada titik 111 tahun setelah Robert Koch menemukan Mycobacterium
tuberculosis, pada tahun tersebut WHO menetapkan Tuberkulosis sebagai “Global
Health Emergency”. Harus diakui bahwa pada masa-masa sebelum 1993 penegakan
diagnosa TB paru seolah semena-mena. TB bisa merupakan vonis tanpa bukti. Batuk
lama bisa langsung didiagnosa TB.
Dengan strategi DOTS maka diagnosa
harus ditegakkan berdasar bukti. Kaitannya akan amat erat dengan pengobatannya
nanti yang harus terstandar dan disupervisi. Kita tidak boleh kecolongan lagi
dengan munculnya TB resistan obat: MDR TB dan lebih parah lagi XDR TB. Amanat
dalam strategi DOTS adalah: Deteksi dan diagnosa dini dengan pemeriksaan
bakteriologi yang berkualitas.
PEMERIKSAAN
BAKTERIOLOGIS
Penegakan diagnosa TB yang
direkomendasikan adalah melalui pemeriksaan bakteriologis yang dimulai dengan
pemeriksaan sputum secara mikroskopis, bisa dilanjutkan dengan pembiakan
(kultur) dan DST (Drug Susceptibility Test) sesuai indikasi.
Di tingkat
puskesmas tentunya pemeriksaan mikroskopis terhadap sputum adalah satu-satunya
yang harus dilakukan.
Deteksi dan diagnosa harus ditegakkan
sedini mungkin. Dengan pengobatan dini maka kesembuhan akan lebih dijamin
(tidak ada penyembuhan dini).
Pemeriksaan bakteriologisnya harus
bermutu. Oleh sebab itu di tingkat puskesmas dilakukan pelatihan untuk petugas
laboratorium yang dilanjutkan dengan evaluasi paska pelatihan, cross-check
hasil laboratorium dan supervisi. Hal yang sama dilakukan di tingkat rujukan
guna memperkuat jejaring diagnosa TB
MEMPERKUAT
JEJARING LABORATORIUM
Jejaring laboratorium yang luas,
dengan sarana dan prasarana lengkap, didukung petugas yang berkualitas amat
penting guna memperbaiki akses terhadap pemeriksaan sputum yang berkualitas. Laboratorium
Rujukan Nasional yang lengkap dan berfungsi harus pula didirikan. Memang kelihatannya
beban investasi menjadi lebih berat, tetapi manfaatnya di masa depan jauh lebih
bermanfaat.
Prinsip-prinsip
jejaring laboratorium
adalah: Sesuai dengan guidelines internasional, desentralisasi dalam pelayanan,
komunikasi antara berbagai level anggota jejaring dan berfungsinya manajemen
mutu baik internal maupun eksternal termasuk
supervisi.
Pelayanan biakan (kultur) dan DST
harus mampu memenuhi kebutuhan rujukan dalam sistem kesehatan, meliputi
Diagnosa sputum BTA negatif, diagnosa TB pada orang dengan HIV positif baik
dewasa maupun anak-anaik, diagnosa dan monitoring pengobatan MDR-TB dan testing
untuk survei prevalensi TB resisten obat.
KESIMPULAN
Saat ini diagnosa TB ditegakkan dengan
pemeriksaan bakteriologis. Kualitas laboratorium dan keutuhan jejaringnya harus
dipertahankan. Pengobatan hanya ditentukan oleh diagnosa bakteriologis. Salah
diagnosa bisa mengakibatkan pasien yang seharusnya diobati menjadi tidak
mendapat obat atau sebaliknya, pasien yang tidak perlu obat justru diberi obat.
Jejaring laboratorium untuk rujukan diagnostik perannya besar sekali.
Oleh sebab itu disamping kelengkapan
sarana dan prasarana laboratorium serta pemahaman terhadap prinsip-prinsip
suatu jejaring laboratorium, perlu dilakukan pelatihan secara reguler,
supervisi dan dukungan serta upaya meningkatkan motivasi petugas laboratorium.
Harus diakui bahwa pemeriksaan
bakteriologis usianya sudah cukup lama. Penelitian demi penelitian telah
dilakukan diantaranya metode diagnosa baru. Pada bulan Desember 2010 WHO telah
merekomendasikan tehnologi baru Xpert MTB/RIF yang merupakan cartridge-based
nucleic amplification assay yang mampu secara simultan mendeteksi Mycobacterium
tuberculosis dan resistensi terhadap Rifampisin langsung dari sputum dalam
waktu kurang dari dua jam. Indonesia telah mengadopsi tehnologi ini dan telah
dilaksanakan di beberapa propinsi. Selanjutnya akan dikembangkan di semua
provinsi.
Dilanjutkan ke STRATEGI MELAWAN TB DENGAN DOTS (4): OBAT STANDAR DENGAN
PENGAWASAN DAN DUKUNGAN PASIEN
TULISAN INI ADALAH EPISODE KE 3 DARI 7 TULISAN
1. Strategi melawan TB dengan DOTS (1): Pendahuluan |
2. Strategi melawan TB dengan DOTS (2): Komitmen politis |
3. Strategi melawan TB dengan DOTS (3): Deteksi dan diagnosa dini |
4. Strategi melawan TB dengan DOTS (4): Obat standar dan dukungan pasien |
5. Strategi melawan TB dengan DOTS (5): Suplai dan manajemen obat |
6. Strategi melawan TB dengan DOTS (6): Monitoring dan evaluasi |
7. Strategi melawan TB dengan DOTS (7): Kesimpulan |
RUJUKAN BACAAN
No comments:
Post a Comment