Friday, March 15, 2013

STRATEGI MELAWAN TB DENGAN DOTS (5) SUPLAI DAN MANAJEMEN OBAT


Sampai pada tulisan ini, dianggap sudah tidak ada masalah: Penderita sudah ditemukan lebih dari 70 persen, doagnosa sudah ditegakkan dengan pemeriksaan bakteriologis yang bermutu dan pengobatan sudah dimulai dengan Fixed Drug Combinations, sudah dilakukan supervisi dengan baik melalui peran serta aktif keluarga dan masyarakat.
 
Tetapi kita belum boleh merasa puas. Masih ada hambatan yang bisa menghadang, yaitu gangguan kelancaran suplai obat dengan akibat terjadinya stock out (kehabisan stok). Bila hal ini terjadi di sarana pelayanan, bisa mengakibatkan penderita putus obat yang bukan karena kesalahan penderita, tetapi kesalahan di dalam sistem kesehatan.
 
Kemungkinan terjadi “stock out” tersebut seharusnya sudah diperhitungkan dan diantisipasi sejak awal.
 
 
RANTAI SUPLAI TIDAK BOLEH PUTUS DAN HARUS BERKESINAMBUNGAN
 
Hal paling fundamental dalam pengendalian TB adalah pasien harus minum obat yang telah ditentukan secara teratur sampai dosis terakhir. Tiga determinan disini adalah Penderita (yang minum obat), petugas (yang mensupervisi pengobatan) dan obat (yang diminum penderita). Bila penderita dan petugas dua-duanya sudah berkomitmen untuk menjalankan kewajiban masing-masing, tinggal satu determinan yaitu obat (yang harus tersedia di tempat).
 
Obat harus direncanakan, diadakan dan selanjutnya didistribusikan. Karena obat pada umumnya berasal dari pusat, maka terdapat beberapa simpul distribusi yang harus aman mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, selanjutnya di sarana pelayanan kesehatan dan terakhir sampai ke penderita.
 
 
 
SISTEM SUPLAI DAN MANAJEMEN OBAT HARUS EFEKTIF
 
Menjaga  suplai supaya bisa berkesinambungan dan tidak terputus adalah tanggungjawab sistem kesehatan. Mengurus logistik bukan barang gampang, ada banyak hal yang perlu diperhatikan sejak awal oleh semua, dari hierarkhi yang paling bawah sampai yang teratas.
 
Sistem pencatatan dan pelaporan TB harus didesain sedemikian sehingga mampu menyediakan informasi untuk perencanaan kebutuhan obat pengadaan, distribusi dan kecukupan stok.  Terjadinya stock out bisa disebabkan underestimasi jumlah penderita yang harus diobati karena salahnya pelaporan penggunaan obat pada tahun sebelumnya.
 
Pengadaan obat harus memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berarti melalui proses “procurement” yang benar, dan memerlukan waktu mulai dari pengumuman lelang sampai penyerahan barang. Kelambatan mengawali proses pengadaan bisa berakibat semuanya terlambat.
 
 
Obat yang sudah diadakan masih harus menempuh perjalanan panjang dengan tempat perhentian di gudang provinsi, kabupaten dan kota sebelum sampai ke penderita.
 
Petugas kesehatan di sarana pelayanan harus melaporkan penggunaan obat secara berjenjang. Kelambatan pelaporan bisa mengakibatkan kelambatan suplai obat ke tempat pelayanan.
 
Intinya obat yang bermutu dan lengkap (pengadaan obat anti TB adalah dalam bentuk paket obat yang terdiri dari beberapa macam) harus ada di tempat dan siap pakai. Di tingkat global kita kenal Global Drug Facility dan Greenlight Commitee yang membantu negara-negara berkembang untuk memperoleh obat bermutu dengan harga murah dan memfasilitasi pelatihan dalam hal manajemen obat.
 
 
OBAT ANTI TB: GRATIS
 
Pemberian OAT (Obat Anti TB) menggunakan paket obat yang sudah ditetapkan (FDC: Fixed-dose Combinations) dengan strategi DOTS adalah GRATIS, atau tidak dipungut biaya.
 
Pemberian secara cuma-cuma ini juga merupakan salah satu bentuk manajemen obat, karena akan meningkatkan kepatuhan berobat. Obat akan efektif untuk penderita dan efisien untuk anggaran yang sudah dikeluarkan. Hal ini karena obat yang ditinggalkan penderita sebelum habis, tidak bisa diberikan kepada orang lain. Biola diberikan pada orang lain dosisnya menjadi tidak cukup untuk 6 bulan.
 
Dari pandangan epidemiologi, penderita TB yang berobat teratur disamping bermanfaat untuk dirinya sendiri juga untuk orang lain. Penderita TB paru yang minum obat tidak lagi menular kepada orang lain.
 
 
PENUTUP
 
Manajemen obat dimulai sejak perencanaan kebutuhan obat sampai obat diminum penderita. Perencanaan akan baik kalau didukung sistem pencatatan dan pelaporan yang benar dan tepat waktu di semua jenjang.
 
Simpul kelambatan dalam distribusi obat merupakan tanggung jawab sistem kesehatan tetapi bisa diluar kendali sistem. Perlu ada antisipasi dan komunikasi bila masalah ada di sistem lain yang terkait.
 
OAT harus digunakan secara benar supaya tidak menimbulkan resistensi. Oleh sebab itu perlu disusun peraturan yang memberikan pengawasan ketat terhadap pengunaan OAT di luar ketentuan medis teknis. Disisi lain jangan sampai peraturan perundang-undangan justru menghambat kelancaran distribusi OAT.
 
Langkah-langkah antisipasi perlu disiapkan bila terjadi hal-hal yang tidak terduga. Misalnya bencana alam. Sebagai contoh “banjir” bisa mengakibatkan obat rusak karena tergenang dan penderita putus obat karena mengungsi.
 
Kekuranga stok dan kelebihan stok (kecuali "buffer stock") sama-sama tidak baiknya. jadi: Suplai dan manajemen obat harus efektif.
 
Dilanjutkan ke: STRATEGI MELAWAN TB DENGAN DOTS (6) MONITORING DAN EVALUASI
 
TULISAN INI ADALAH EPISODE KE 5 DARI 7 TULISAN



Rujukan bacaan
 

No comments:


Most Recent Post