Melanjutkan tulisan Penderita TB Paru: Perjalanan Dari batuk sampai sembuh, bila kita berpegang pada A Guide to Developing Knowledge, Attitude and Practice Surveys: Annex A, Cough to Cure Pathway (WHO,
2008), maka barrier penghalang kesembuhan penderita TB paru dapat kita pilah
menjadi dua faktor utama:
Pertama adalah dari sisi individu dan masyarakat
sedangkan yang kedua terdapat pada “sistem kesehatan”. Keduanya bisa terjadi
pada semua simpul (mulai penderita mencari pengobatan sampai sembuh) yang telah
dijelaskan pada tulisan sebelum ini.
FAKTOR INDIVIDU
Seorang yang batuk lebih dari dua
minggu belum tentu pergi ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Hal ini terutama
disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan tentang gejala-gejala TB Paru,
ketidak-tahuan tentang adanya pengobatan TB Paru yang berkualitas dan tuntas
atau menganggap batuk-batuk yang dia derita adalah batuk-batuk biasa sehingga
tidak ada risiko yang membahayakan bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Ketika ia akhirnya pergi untuk mencari
pengobatan, maka yang pertama muncul dalam pertimbangannya adalah faktor biaya.
Biaya menuju tempat pelayanan, biaya pelayanan itu sendiri dan waktu yang
terbuang dikaitkan dengan economic loss akibat ia pergi ke sana. Ketika
keputusan untuk berobat sudah bulat, ia bisa saja pergi ke tempat lain yang
tidak memberikan pelayanan pengobatan dengan strategi DOTS. Semua puskesmas
boleh dikatakan telah memberikan pelayanan DOTS. Tetapi sarana kesehatan yang
lain, seperti rumah sakit, balai pengobatan dan dokter praktek swasta belum
semuanya memberikan pelayanan dengan DOTS. Kembali faktor ketidak-tahuan
berperan disini, dalam kaitan dengan “health seeking behavior”.
Akhirnya ia sampai juga ke fasilitas
kesehatan yang memberikan pelayanan DOTS. Karena rendahnya pengetahuan bahwa
untuk pengobatan TB Paru diagnosanya harus pasti dan dibuktikan melalui
pemeriksaan dahak yang dilakukan tiga kali, maka bisa terjadi ia tidak
menyelesaikan proses diagnosanya, ia bisa tidak kembali padahal hasil
pemeriksaan dahaknya positif ditemukan Mycobacterium tuberculosis. Harapannya
adalah datang langsung dapat obat dan langsung sembuh.
Seandainya pasien kita ini patuh pada
prosedur diagnosa maka setelah mendapatkan diagnosa positif TB Paru, ia akan
mendapatkan pengobatan. Disini tantangan menjadi semakin besar. Ia harus
berobat teratur selama sedikitnya 6 bulan sebelum dinyatakan sembuh yang
dibuktikan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Ia merasa sudah baikan
kemudian menghentikan pengobatan sebelum waktunya, atau ia bosan berobat karena
terlalu lama, bisa juga ia mendengar bahwa nun disana ada yang bisa
menyembuhkan dalam tempo singkat tanpa obat. Ia tidak tahu bahwa Obat Anti TB
(OAT) menjanjikan kesembuhan tetapi perlu waktu. Demikian pula ia tidak tahu
satu-satunya harapan untuk menyembuhkan TB ya hanya OAT yang diberikan dengan
secara DOTS (Direct Observed Trearment Short Couse). Short Course untuk TB
adalah 6 bulan, bukan 6 hari.
FAKTOR MASYARAKAT
Bila tingkat pengetahuan masyarakat
sama rendahnya dengan penderita, maka nasib penderita amat menyedihkan. Tidak
ada keluarga maupun warga sekitar yang mengingatkan dan menyarankan untuk
periksa ke Puskesmas.
Bila masyarakat beranggapan bahwa batuk darah adalah
akibat guna-guna maka penderita bisa salah langkah dalam mencari pengobatan.
Paling menyedihkan kalau masih ada masyarakat yang beranggapan bahwa TB paru
adalah akibat kutukan. Terjadilah stigma dan penderita dikucilkan dengan akibat
semakin tidak sembuh, atau penderita yang batuk darah akan menyembunyikan
penyakitnya dan enggan pergi ke Puskesmas.
KESIMPULAN
Dapat kita lihat bahwa ditinjau dari sisi individu dan masyarakat, peran dari “ketidak-tahuan” amat besar. Contoh di atas adalah gambaran apabila tidak ada intervensi samasekali dari “sistem kesehatan”.
Dapat kita lihat bahwa ditinjau dari sisi individu dan masyarakat, peran dari “ketidak-tahuan” amat besar. Contoh di atas adalah gambaran apabila tidak ada intervensi samasekali dari “sistem kesehatan”.
Mengubah perilaku masyarakat melalui penyuluhan kesehatan,
sosialisasi dan mobilisasi sosial menjadi amat penting dan merupakan
tanggung-jawab dari sistem kesehatan.
Hanya sistem kesehatan yang kuat dan
didukung oleh peranserta aktif masyarakat yang mampu mengubah perilaku
masyarakat. Dengan sistem kesehatan yang kuat kita akan mampu mencapai
universal access.
Dilanjutkan ke BARRIER PENGHALANG KESEMBUHAN TB PARU (2): SISTEM KESEHATAN
No comments:
Post a Comment