Dari
penjabaran Box 1.3 Towards Universal Access: Scaling up priorityHIV/AIDS interventions in the health sector, WHO 2009 melalui 7 tulisan terdahulu, telah
kita dapatkan simpul-simpul yang perlu yang perlu diurai dalam upaya kita untuk
“scaling up” intervensi bidang kesehatan yang diperlukan.
Ceriteranya memang
untuk HIV AIDS tetapi dapat dilaksanakan untuk semua program kesehatan: Tidak
hanya HIV, melainkan juga untuk TB, Malaria dan penyakit lainnya termasuk
penyakit tidak menular.
Simpul
yang perlu mendapat perhatian adalah:
1. Reachability: Terkait dengan kemudahan
menjangkau sarana pelayanan kesehatan
2. Affordability: Terkait dengan
kemampuan ekonomi penderita
3. Acceptability: Terkait dengan
penerimaan sesuai sosio-kultural masyarakat atas pelayanan yang disediakan
4. Supply: Terkait dengan jenis dan mutu
pelayanan yang disediakan oleh pemberi pelayanan
5. Demand: Terkait dengan jenis pelayanan
yang diinginkan masyarakat
6. Health Seeking Behavior: Terkait
dengan perilaku masyarakat dalam upaya mereka mencari pelayanan kesehatan
Nomor
1 s/d 3 akan menghasilkan “Availability”. Kurang satu berarti pelayanan “belum
available”. Nomor 4 s/d 6 akan menghasilkan “Coverage". Bila ke enam hal
tersebut dapat dipenuhi barulah coverage akan dicapai sesuai dengan yang
diharapkan.
Impact
dan outcome adalah hasil dari coverage. Guna mencapai outcome dan impact ada
dua simpul yang perlu mendapat perhatian yaitu (1) Efektifitas dan (2)
Efisiensi pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian kita dapatkan 8 simpul yang bagan alurnya dapat dilihat pada gambar di
bawah:
DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI “TOOL”
MONTORING DAN EVALUASI
Bagan
alur di atas dapat digunakan untuk memperoleh potret cepat masalah pelayanan
kesehatan yang terjadi di suatu wilayah, untuk selanjutnya dikembangkan lebih
detail. Kita ambil contoh mengapa Coverage dan Success rate (Outcome) program
TB baik?
1. Di tingkat “Availability” tidak ada
masalah. Hampir 100 persen puskesmas menyediakan pelayan TB. Sudah pasti “affordable”
karena tidak dipungut biaya. Demikian pula akseptabilitas masyarakat terhadap
program TB adalah baik. Tidak ada hambatan sosio-kultural di kalangan
masyarakat.
2. Di tingkat Coverage amat baik. Sasaran
MDGs 2015 sudah dicapai beberapa tahun lalu: Coverage pengobatan di atas 70
persen dari sasaran. Hal ini karena semua puskesmas memberikan pelayanan dengan
suplai yang sesuai. Semuanya tersedia: tenaga, obat, laboratorium, disamping
itu dilakukan pengawasan memakan obat yang dilaksanakan masyarakat. Tidak
pernah terjadi stock out obat, dan demand masyarakat baik karena kesadaran
sudah tinggi. Health seeking behavior umumnya mengarah ke Puskesmas. Kalau ada
yang ke dukun karena dianggap batuk darah akibat guna-guna, hal ini kasuistik,
tidak banyak lagi terjadi.
3. Di tingkat “Outcome” (kita belum
sampai ke impact) angka kesembuhan tinggi dan sudah melampaui target MDGs 2015
yaitu 85%. Hal ini karena konsistensi menggunakan strategi DOTS dengan
pengawasan langsung oleh masyarakat/keluarga, sehingga angka putus obat amat
rendah. Dengan demikian pengobatan TB amant efektif.
4. Disisi lain kita tidak boleh terlena
dengan keberhasilan. Ancaman timbunya resistensi obat (MDR dan XDR TB) cukup
tinggi. Hal ini juga dapat dilacak dengan “tool” ini. Timbulnya MDR karena
pengobatan standar dengan strategi DOTS tidak lagi efektif. Mengapa tidak
efektif antara lain karena penderita berobat tidak teratur, menghentikan
pengobatan sebelum waktunya, diberikan obat yang tidak standar, tidak ada
pengawasan pengobatan dan lain-lain. Hal ini dapat dilacak apakah sebabnya dari
faktor pasien, atau dari pemberi pelayanan. Kalau dari pemberi pelayanan (pengoibatan
modern) apakah dari Puskesmas, RS atau dokter praktek swasta.
Contoh “Efisiensi” adalah dari progam
pengendalian malaria. Pelaksanaan distribusi kelambu dilaksanakan bekerjasama
dengan program KIA dan Imunisasi. Efisien bagi petugas, efisien pula bagi
masyarakat. Hasilnya adalah Annual Parasite Index (API) malaria semakin menurun
dan sudah mendekati sasaran MDGs. Keberhasilan ini karena didukung coverage
yang baik. Coverage yang baik karena demand masyarakat dapat diimbangi dengan
suplai yang cukup.
Demikian seterusnya. Kita bisa
menggunakan “tool” ini bolak-balik dari atas maupun dari bawah. Kita bisa
menemukan dimana letak keberhasilan dan kalau belum berhasil dimana terjadi
blocking sehingga dapat dilakukan health system response yang sesuai.
KESIMPULAN
Delapan
simpul yang dapat digambarkan dalam sebuah bagan alur di atas dapat digunakan
sebagai acuan untuk membantu pelaksanaan supervisi manajerial maupun teknis. Kita
bisa melakukan assessment lebih cepat untuk mengerucutkan masalah: Simpul yang
lemah dapat diketahui, sehingga dalam jangka pendek dapat dilakukan “health
system response” dan dalam jangka
menengah dapat untuk merencanakan di bagian mana perlu dilakukan “health system strenghtening”. Petugas teknis
dapat menjabarkan 8 simpul tadi dalam sebuah check-list guna efisiensi dan
efektifitas supervisi. (IwMM)
No comments:
Post a Comment