Program pengendalian TB global ada
pasang-surutnya. Pada tahun 1970an sebenarnya sudah menunjukkan tanda-tanda
baik, tetapi pada 1980an akhir situasi TB di tingkat global mulai
mengkhawatirkan lagi. Adanya TB Resisten obat menyebabkan situasinya semakin
mengkhawatirkan.
Dirjen WHO, Dr. Margaret Chan dalam
remakcks-nya pada Press briefing Hari Kesehatan Dunia di Geneva,18 Maret 2013
menyampaikan:
Twenty years ago, in 1993, WHO declared the spread of
tuberculosis a global public health emergency. That unprecedented step was
sparked by an explosion of cases, in rich and poor countries alike, largely
fueled by the AIDS epidemic.
Masalah ini juga tidak luput dari perhatian media
internasional. Antara lain TB muncul sebagai cover story majalah Newsweek
terbitan 14 Maret 1992 dengan judul TB: Why it’s back. How we can protect
ourselves.
LAHIRNYA
STRATEGI DOTS
Tidak heran bila pada tahun 1991 dalam
resolusi WHA disebutkan bahwa TB merupakan “major global public health
problem”. Selanjutnya pada tahun 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai “Global
Emergency” dan menyerukan kolaborasi internasional untuk memerangi TB. Setahun
kemudian, 1994, strategi baru untuk
mengendalikan TB diluncurkan. Strategi tersebut selanjutnya dikenal dengan
strategi DOTS yang langsung diadopsi Indonesia.
Kehebatan strategi DOTS adalah obatnya
murah, jangka waktu pengobatan relatif pendek (6 bulan bisa sembuh). Syaratnya
hanya satu: Berobat teratur. Kalau mau ditambah satu lagi adalah: Berobat
sedini mungkin. Kesulitannya hanya dua: Menemukan bakteri TB secara mikroskopis
dan akses penderita ke pelayanan. Dalam hal ini Indonesia telah
melakukan langkah awal yang tepat, yaitu memulai pelaksanaan strategi DOTS di sarana
kesehatan paling dasar yaitu puskesmas. Setidaknya akses penderita ke pelayanan
akan lebih dekat, demikian pula pengawasannya lebih mudah. Lebih dari 8000
puskesmas dilatih baik tehnis maupun manajemen. Logistik obat dan reagensia
laboratorium dijamin kesinambungannya dan gratis, alias tidak dipungut biaya.
INDONESIA
YANG BERHASIL: TARGET MDGs DAN TARGET STOP TB STRATEGY
Menurut Global Tuberculosis Report 2012 (WHO, 2012), Indonesia termasuk
dalam High Burden Countries baik
dalam jumlah penderita TB (Ranking 4 dari 22 negara) dengan estimasi jumlah
penderita TB sebanyak 450.000 pada tahun 2011,maupun dalam jumlah penderita MDR
TB (ranking 9 dari 27 negara) dengan estimasi penderita 6620 orang. Hal ini
wajar karena jumlah penduduk negara kita amat banyak.
Data dari Ditjen Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan menunjukkan bahwa Indonesia telah berhasil menurunkan
tingkat kematian penderita TB sebesar 71% dari 92 per 100.000 penduduk pada
tahun 1990 menjadi 27 per 100.000 penduduk pada tahun 2010. Selain itu, prevalens
TB dapat diturunkan sebesar 35% dari 443 per 100.000 penduduk pada tahun 1990
menjadi 289 per 100.000 penduduk pada tahun 2010. Adapun mengenai anggaran, Pemerintah
Indonesia juga telah mengalokasikan anggaran yang signifikan dalam pelayanan
kesehatan masyarakat. Untuk menangani TB, anggaran yang disediakan Pemerintah
RI mencapai USD 22,3 juta pada tahun 2012 atau meningkat 19% dari tahun 2011.
Dengan kata lain, target MDGs 2015
telah dicapai sebelum waktu yang ditetapkan. Demikian pula pencapaian target The Stop TB Strategy.
SURAT SEKJEN PBB KEPADA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
SURAT SEKJEN PBB KEPADA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
Atas keberhasilan Indonesia dalam
mengendalikan TB, pada tanggal 7 Maret 2012, Sekretaris Jenderal PBB Ban
Ki-moon mengirim surat kepada Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono.
Pada pendahuluan suratnya, Ban Ki-moon
menyampaikan bahwa pada tahun 2011 di dunia terdapat 8,4 juta penderita TB, 1,4
juta diantaranya meninggal dunia. Hal ini karena dalam upaya kesehatan global,
TB masih kalah prioritas dengan yang lain.
Selanjutnya Sekjen PBB mengapresiasi
upaya nasional indonesia dalam pengendalian TB. Angka kesembuhan TB yang tinggi
dan upaya Indonesia dalam meningkatkan pelayanan dan pengobatan penderita
MDR-TB.
Ban Ki-moon menyampaikan pula bahwa upaya Indonesia membuat “stop TB”
menjadi dalam jangkauan. Ia juga memberi jaminan bahwa WHO dan the Stop TB Partnership
akan tetap mendukung upaya-upaya nasional Indonesia.
EPILOG
EPILOG
Memang hanya sekedar surat, tetapi
dibuat oleh Sekjen PBB dan ditujukan kepada Presiden RI. Isi suratnya juga
tidak berlebih-lebihan, karena mengacu pada data Kemenkes RI yang memang
menunjukkan keberhasilan.
Bagi pengelola program TB dari Pusat
sampai ke daerah, tentunya hal ini merupakan motivator untuk semakin
meningkatkan kinerja. Bukankah hasil kita dihargai oleh orang lain dan
diberitahukan kepada Bapak kita?
Tulisan ini adalah episode pertama
dari 3 tulisan:
Keberhasilan Program TB
di Indonesia (1): Surat Sekjen PBB kepada Presiden Republik Indonesia
|
Personal Communication: Drg.
Dyah Erti Mustikawati, MPH. Kasubdit Pengendalian TB, Dit P2ML, Ditjen P2PL,
Kemenkes RI
No comments:
Post a Comment