Friday, April 19, 2013

KEBERHASILAN PROGRAM TB DI INDONESIA (1): SURAT SEKJEN PBB KEPADA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Program pengendalian TB global ada pasang-surutnya. Pada tahun 1970an sebenarnya sudah menunjukkan tanda-tanda baik, tetapi pada 1980an akhir situasi TB di tingkat global mulai mengkhawatirkan lagi. Adanya TB Resisten obat menyebabkan situasinya semakin mengkhawatirkan.
 
Dirjen WHO, Dr. Margaret Chan dalam remakcks-nya pada Press briefing Hari Kesehatan Dunia di Geneva,18 Maret 2013 menyampaikan:
 
Twenty years ago, in 1993, WHO declared the spread of tuberculosis a global public health emergency. That unprecedented step was sparked by an explosion of cases, in rich and poor countries alike, largely fueled by the AIDS epidemic.
 
Masalah ini juga tidak luput dari perhatian media internasional. Antara lain TB muncul sebagai cover story majalah Newsweek terbitan 14 Maret 1992 dengan judul TB: Why it’s back. How we can protect ourselves.
 
 
LAHIRNYA STRATEGI DOTS
 
Tidak heran bila pada tahun 1991 dalam resolusi WHA disebutkan bahwa TB merupakan “major global public health problem”. Selanjutnya pada tahun 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai “Global Emergency” dan menyerukan kolaborasi internasional untuk memerangi TB. Setahun kemudian, 1994,  strategi baru untuk mengendalikan TB diluncurkan. Strategi tersebut selanjutnya dikenal dengan strategi DOTS yang langsung diadopsi Indonesia.
 
Kehebatan strategi DOTS adalah obatnya murah, jangka waktu pengobatan relatif pendek (6 bulan bisa sembuh). Syaratnya hanya satu: Berobat teratur. Kalau mau ditambah satu lagi adalah: Berobat sedini mungkin. Kesulitannya hanya dua: Menemukan bakteri TB secara mikroskopis dan akses penderita ke pelayanan. Dalam hal ini Indonesia telah melakukan langkah awal yang tepat, yaitu memulai pelaksanaan strategi DOTS di sarana kesehatan paling dasar yaitu puskesmas. Setidaknya akses penderita ke pelayanan akan lebih dekat, demikian pula pengawasannya lebih mudah. Lebih dari 8000 puskesmas dilatih baik tehnis maupun manajemen. Logistik obat dan reagensia laboratorium dijamin kesinambungannya dan gratis, alias tidak dipungut biaya.
 
 
INDONESIA YANG BERHASIL: TARGET MDGs DAN TARGET STOP TB STRATEGY
 
Menurut Global Tuberculosis Report 2012 (WHO, 2012), Indonesia termasuk dalam High Burden Countries baik dalam jumlah penderita TB (Ranking 4 dari 22 negara) dengan estimasi jumlah penderita TB sebanyak 450.000 pada tahun 2011,maupun dalam jumlah penderita MDR TB (ranking 9 dari 27 negara) dengan estimasi penderita 6620 orang. Hal ini wajar karena jumlah penduduk negara kita amat banyak.
 
Data dari Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menunjukkan bahwa Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat kematian penderita TB sebesar 71% dari 92 per 100.000 penduduk pada tahun 1990 menjadi 27 per 100.000 penduduk pada tahun 2010. Selain itu, prevalens TB dapat diturunkan sebesar 35% dari 443 per 100.000 penduduk pada tahun 1990 menjadi 289 per 100.000 penduduk pada tahun 2010. Adapun mengenai anggaran, Pemerintah Indonesia juga telah mengalokasikan anggaran yang signifikan dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Untuk menangani TB, anggaran yang disediakan Pemerintah RI mencapai USD 22,3 juta pada tahun 2012 atau meningkat 19% dari tahun 2011.
 
Dengan kata lain, target MDGs 2015 telah dicapai sebelum waktu yang ditetapkan. Demikian pula pencapaian target The Stop TB Strategy.


SURAT SEKJEN PBB KEPADA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
 
Atas keberhasilan Indonesia dalam mengendalikan TB, pada tanggal 7 Maret 2012, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengirim surat kepada Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
 
Pada pendahuluan suratnya, Ban Ki-moon menyampaikan bahwa pada tahun 2011 di dunia terdapat 8,4 juta penderita TB, 1,4 juta diantaranya meninggal dunia. Hal ini karena dalam upaya kesehatan global, TB masih kalah prioritas dengan yang lain.
 
Selanjutnya Sekjen PBB mengapresiasi upaya nasional indonesia dalam pengendalian TB. Angka kesembuhan TB yang tinggi dan upaya Indonesia dalam meningkatkan pelayanan dan pengobatan penderita MDR-TB.
 
Ban Ki-moon menyampaikan pula bahwa upaya Indonesia membuat “stop TB” menjadi dalam jangkauan. Ia juga memberi jaminan bahwa WHO dan the Stop TB Partnership akan tetap mendukung upaya-upaya nasional Indonesia.


EPILOG
 
Memang hanya sekedar surat, tetapi dibuat oleh Sekjen PBB dan ditujukan kepada Presiden RI. Isi suratnya juga tidak berlebih-lebihan, karena mengacu pada data Kemenkes RI yang memang menunjukkan keberhasilan.
 
Bagi pengelola program TB dari Pusat sampai ke daerah, tentunya hal ini merupakan motivator untuk semakin meningkatkan kinerja. Bukankah hasil kita dihargai oleh orang lain dan diberitahukan kepada Bapak kita?
 
Tulisan ini adalah episode pertama dari 3 tulisan:

Keberhasilan Program TB di Indonesia (1): Surat Sekjen PBB kepada Presiden Republik Indonesia

 SUMBER
 
 
Personal Communication: Drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH. Kasubdit Pengendalian TB, Dit P2ML, Ditjen P2PL, Kemenkes RI

No comments:


Most Recent Post