Tuesday, March 19, 2013

TUBERKULOSIS DAN KEMISKINAN

Di bawah adalah kutipan dari website Direktorat Penanggulangan Kemiskinan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengenai kemiskinan di Indonesia.
 
Intinya angka kemiskinan menunjukkan penurunan. Demikian pula jumlah penduduk sangat miskin juga menurun. Angka rata-rata menurun tetapi penyebaran tidak merata. Jumlah penduduk miskin tertinggi ada di pulau Jawa, meliputi hampir 60 persen.
 
Kemiskinan dan Tuberkulosis merupakan dua hal yang saling terkait, ibarat telur dan ayam.
 
 
KEMISKINAN DI INDONESIA
 
Di bawah adalah beberapa cuplikan dari tulisan berjudul Kemiskinan di Indonesia dan penanggulangannya, yang lengkapnya dapat dibaca di web Bappenas tersebut di atas:
 
Sampai dengan Maret 2012, tingkat kemiskinan telah turun menjadi 11.96 persen (29.13 juta jiwa). Sebelumnya, sampai dengan Maret 2011, tingkat kemiskinan nasional menurun hingga 12,49 persen, dari 13,33 persen pada tahun 2010. Selanjutnya, pada periode September 2011, tingkat kemiskinan menurun lagi menjadi 12,36 persen. “Diharapkan tingkat kemiskinan nasional akan dapat diturunkan lagi pada kisaran 9,5-10,5 persen pada tahun 2013,” ungkap ibu Armida, dalam Konferensi Pers Kementerian PPN/Bappenas, pada hari Senin, (13/8), bertempat di Ruang Serba Guna, Gedung Bappenas.
 
Diakui oleh Ibu Armida dalam paparannya, penduduk miskin di Indonesia tersebar tidak merata. Jumlah terbesar dari penduduk miskin sebesar 57,8 persen berada di pulau Jawa. Lalu sebanyak 21 persen di Sumatera, 7,5 persen di Sulawesi, 6,2 persen di Nusa Tenggara, 4,2 persen di Maluku dan Papua dan angka terkecil sebesar 3,4 persen tersebar di Kalimantan.
 
Dari dua alinea di atas dapat disimpulkan bahwa masih ada 29 juta orang Indonesia yang masuk dalam katagori miskin dimana hampir 60 persen diantaranya berada di Pulau Jawa.
 
 
 
KEMISKINAN DAN TUBERKULOSIS
 
Kemiskinan akan membatasi akses antara lain terhadap keamanan makanan, sanitasi, pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian orang miskin menjadi rentan terhadap penyakit menular, khususnya TB.
 
Gizi yang tidak baik akan menurunkan daya tahan tubuh. Hidup berdesak-desakan mengakibatkan mudah tertular dan menularkan penyakit. Kondisi rumah yang tidak sehat akan menambah kerentanan terhadap penyakit. Tingkat pengetahuan yang rendah menyebabkan orang tidak tahu apa yang menyebabkan orang menjadi sakit dan harus bagaimana kalau sakit.
 
Tuberkulosis banyak diderita orang usia produktif. Dapat dibayangkan bahwa orang miskin usia produktif yang karena kemiskinannya dia tidak produktif, masih harus ditambah dengan penderitaan karena TB.
 
Mereka akan menjadi semakin tidak produktif. Circulus Viciosus (lingkaran setan) kemiskinan dan penyakit akan terus berputar.
 
 
Kemiskinan memudahkan orang terserang penyakit, orang sakit-sakitan akan menjadi semakin miskin, dan seterusnya semakin sakit, semakin miskin. Tidak hanya nyawa yang terancam tetapi juga kehilangan penghasilan sekaligus lenyapnya masa depan. Penderitaan tidak hanya pada yang bersangkutan tetapi juga keluarganya. Sehingga amat besar peluangnya bahwa orang miskin akan melahirkan generasi yang semakin miskin.
 
 
MEMBERANTAS KEMISKINAN DAN TB HARUS BERSAMA-SAMA
 
Mengguritanya keterkaitan antara kemiskinan dan tuberkulosis disebutkan oleh Archbishop Desmond Tutu (Afrika Selatan) sebagai berikut: “Tuberculosis is a child of poverty, and also its parent and provider”. Intinya TB merupakan produk kemiskinan sekaligus menghasilkan dan membawa kemiskinan.
 
 
Pengentasan kemiskinan bersama-sama dengan pengendalian tuberkulosis masuk dalam sasaran MDG. Kemiskinan masuk dalam goal pertama dan pengendalian tuberkulosis masuk dalam goal ke 6.
 
Pada intinya: Pengentasan kemiskinan tidak akan berhasil tanpa pengendalian TB yang baik, sebaliknya pengendalian TB yang baik tidak akan berhasil tanpa pengentasan kemiskinan.
 
 
Rujukan bacaan:
 

No comments:


Most Recent Post