Di bawah adalah kutipan dari website Direktorat Penanggulangan Kemiskinan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengenai kemiskinan di
Indonesia.
Intinya angka kemiskinan menunjukkan penurunan. Demikian pula jumlah
penduduk sangat miskin juga menurun. Angka rata-rata menurun tetapi penyebaran
tidak merata. Jumlah penduduk miskin tertinggi ada di pulau Jawa, meliputi
hampir 60 persen.
Kemiskinan dan Tuberkulosis merupakan dua hal yang saling terkait, ibarat telur dan ayam.
KEMISKINAN DI INDONESIA
Di bawah adalah beberapa cuplikan dari tulisan berjudul Kemiskinan di
Indonesia dan penanggulangannya, yang lengkapnya dapat dibaca di web Bappenas
tersebut di atas:
Sampai dengan Maret 2012, tingkat kemiskinan telah turun menjadi 11.96
persen (29.13 juta jiwa). Sebelumnya, sampai dengan Maret 2011, tingkat
kemiskinan nasional menurun hingga 12,49 persen, dari 13,33 persen pada tahun
2010. Selanjutnya, pada periode September 2011, tingkat kemiskinan menurun lagi
menjadi 12,36 persen. “Diharapkan tingkat kemiskinan nasional akan dapat
diturunkan lagi pada kisaran 9,5-10,5 persen pada tahun 2013,” ungkap ibu
Armida, dalam Konferensi Pers Kementerian PPN/Bappenas, pada hari Senin,
(13/8), bertempat di Ruang Serba Guna, Gedung Bappenas.
Diakui oleh Ibu Armida dalam paparannya, penduduk miskin di Indonesia
tersebar tidak merata. Jumlah terbesar dari penduduk miskin sebesar 57,8 persen
berada di pulau Jawa. Lalu sebanyak 21 persen di Sumatera, 7,5 persen di
Sulawesi, 6,2 persen di Nusa Tenggara, 4,2 persen di Maluku dan Papua dan angka
terkecil sebesar 3,4 persen tersebar di Kalimantan.
Dari dua alinea di atas dapat disimpulkan bahwa masih ada 29 juta orang
Indonesia yang masuk dalam katagori miskin dimana hampir 60 persen diantaranya
berada di Pulau Jawa.
KEMISKINAN
DAN TUBERKULOSIS
Kemiskinan akan membatasi akses antara lain terhadap keamanan makanan,
sanitasi, pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian orang miskin menjadi rentan
terhadap penyakit menular, khususnya TB.
Gizi yang tidak baik akan menurunkan daya tahan tubuh. Hidup
berdesak-desakan mengakibatkan mudah tertular dan menularkan penyakit. Kondisi
rumah yang tidak sehat akan menambah kerentanan terhadap penyakit. Tingkat
pengetahuan yang rendah menyebabkan orang tidak tahu apa yang menyebabkan orang
menjadi sakit dan harus bagaimana kalau sakit.
Tuberkulosis banyak diderita orang usia produktif. Dapat dibayangkan
bahwa orang miskin usia produktif yang karena kemiskinannya dia tidak
produktif, masih harus ditambah dengan penderitaan karena TB.
Mereka akan
menjadi semakin tidak produktif. Circulus Viciosus (lingkaran setan) kemiskinan
dan penyakit akan terus berputar.
Kemiskinan memudahkan orang terserang
penyakit, orang sakit-sakitan akan menjadi semakin miskin, dan seterusnya semakin sakit,
semakin miskin. Tidak hanya nyawa yang terancam tetapi juga kehilangan penghasilan sekaligus lenyapnya masa
depan. Penderitaan tidak hanya pada yang bersangkutan tetapi juga keluarganya.
Sehingga amat besar peluangnya bahwa orang miskin akan melahirkan generasi yang
semakin miskin.
MEMBERANTAS
KEMISKINAN DAN TB HARUS BERSAMA-SAMA
Mengguritanya keterkaitan antara kemiskinan dan tuberkulosis disebutkan
oleh Archbishop Desmond Tutu (Afrika Selatan) sebagai berikut: “Tuberculosis is
a child of poverty, and also its parent and provider”. Intinya TB merupakan
produk kemiskinan sekaligus menghasilkan dan membawa kemiskinan.
Pengentasan kemiskinan bersama-sama dengan pengendalian tuberkulosis
masuk dalam sasaran MDG. Kemiskinan masuk dalam goal pertama dan pengendalian
tuberkulosis masuk dalam goal ke 6.
Pada intinya: Pengentasan kemiskinan tidak akan berhasil tanpa
pengendalian TB yang baik, sebaliknya pengendalian TB yang baik tidak akan
berhasil tanpa pengentasan kemiskinan.
Rujukan bacaan:
No comments:
Post a Comment