Kolaborasi antara penyakit menular (TB
Paru) dan penyakit tidak menular (Diabetes mellitus) ini sebenarnya sudah
dipahami sejak dulu kala.
Rajalakshmi S, Veluchamy G. dalam Yugi's pramegam and diebetes mellitus: an analogue,
1999, menulis bahwa Yugimahamuni
(tidak disebut masa hidupnya) dalam tulisannya Vaidya Chinthamani-800 telah menyebutkan asosiasi antara gejala
penyakit yang mengarah ke diabetes mellitus dan tuberkulosis paru. Dimulai
dengan obesitas dan diakhiri dengan gangguan pernapasan.
Demikian pula disampaikan
oleh Chaisson dan Dooley bahwa tahun 1934, pada masa sebelum Obat anti TB
ditemukan, Howard Root seorang dokter di Deaconess Hospital, Boston, MA, USA telah menulis tentang asosiasi antara diabetes
and tuberculosis.
PREVALENSI
PENDERITA DIABETES DIPREDIKSI MENINGKAT
Penderita diabetes mellitus memang
lebih rentan untuk terkena penyakit menular utamanya TB, karena sistem
kekebalan tubuhnya menurun. Dalam hal ini terjadinya TB lebih banyak pada
aktivasi fokus yang telah ada daripada infeksi baru. WHO menyebutkan bahwa
dewasa ini di dunia terdapat kurang-lebih 350 juta penderita diabetes dengan
prediksi prevalensinya akan meningkat 50 persen pada tahun 2030. Sementara untuk
TB paru satu diantara tiga orang di dunia ini terinfeksi TB tetapi tidak
manifest (latent) yang sewaktu-waktu bisa menjadi TB aktif. Bagi
penderita diabetes, risiko ini meningkat.
TIDAK
TERDIAGNOSA ATAU LAMBAT DIDIAGNOSA
Yang menjadi masalah adalah sebagian
besar penderita diabetes (seperti halnya TB) tidak terdiagnosa atau lambat
didiagnosa. Keterlambatan ini membawa risiko penyakit bertambah berat, baik
diabetesnya maupun komplikasinya dengan TB. Oleh sebab itu dua hal yang perlu
diperhatikan dan dilaksanakan adalah:
1.
Deteksi
dini baik untuk diabetes maupun tuberkulosis: Dengan penemuan dini maka
pengobatan dan follow-up dapat dilakukan sejak awal dengan hasil diabetes
akan lebih mudah demikian pula TB nya sembuh.
2.
Perawatan,
pengobatan dan follow-up yang benar untuk penderita diabetes maupun TB
Penderita diabetes mempunyai risiko
2-3 X untuk terkena TB dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes sedangkan 10
% penderita TB secara global ada kaitan dengan diabetes. Oleh sebab itu dua hal
yang harus dilakukan secara sinergi, yaitu:
1.
Skrining
untuk TB perlu dilakukan pada penderita diabetes khususnya pada daerah-daerah
yang prevelensi TB tinggi. Demikian pula.
2.
Semua
penderita TB perlu di skrining untuk diabetes
Penderita diabetes risikonya lebih tinggi untuk terjadi kematian selama pengobatan atau relaps (kambuh) setelah selesai pengobatan. Dengan demikian amat direkomendasikan untuk melakukan skrining terhadap TB bagi penderita diabetes dan skrining terhadap diabetes untuk penderita TB.
Rujukan bacaan:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2945809/
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12585294
No comments:
Post a Comment