Kelambu
berinsektisida (LLINs) merupakan senjata utama dalam “global fight against
malaria”. WHO menyatakan bahwa dalam setahun malaria membunuh lebih dari 650
ribu orang (utamanya di Afrika).
Adalah
Amy Norton, dari Reuter, yang mengisahkan bahwa setelah dua desa di Afrika
menggunakan kelambu, maka nyamuk setempat mengubah perilaku gigitnya. Menggeser
jam gigit dan tempat gigit.
Ia menulis berdasarkan penelitian Vincent Corbel,
dkk, dari Montpellier, France-based Institute of Research for Development, berjudul
“Changes in Anopheles funestus
Biting Behavior Following Universal Coverage of Long-Lasting Insecticidal Nets
in Benin”, yang dimuat di Oxford journal.
Sebenarnya
bukan hal aneh mengingat semua makhluk punya instink untuk mempertahankan
hidup, apalagi yang ini adalah urusan mengisi perut. Tetapi karena masalahnya
menjadi urusan keselamatan manusia, ceriteranya menjadi lain walaupun penelitiannya
hanya di dua desa di Benin, Afrika.
JANGAN
KEBURU TAKUT
Don Marquis |
Sepertinya
nyamuk tidak membiarkan manusia hidup dengan tenang. Atau manusia memang
mangsanya nyamuk, seperti dikatakan oleh Don Marquis, seorang novelist Amerika
(1878-1937): “A man thinks he amounts to
a great deal but to a flea or a mosquito a human being is merely something good
to eat”. Manusia jangan merasa hebat sendiri karena bagi nyamuk ia hanyalah
sesuatu yang enak untuk dimakan.
Dalam
tulisan “Dimana dan kapan nyamuk malaria menyergap kita” telah dijelaskan bahwa
ada yang menggigit di luar rumah (exophagic) ada pula yang menggigit di dalam
rumah (endophagic). Demikian pula jam gigitnya adalah malam hari dengan
pembagian jam yang berbeda antar spesies. Ada yang agak sorean, ada yang tengah
malam dan ada yang menjelang pagi.
Yang
diteliti adalah Anopheles funestus, salah satu spesies terbesar di Afrika, yang
kebetulan tidak termasuk dalam daftar 25 spesies Anopheles di Indonesia.
Mudah-mudahan saja kalau si funestus ini cerdas, yang ada di Indonesia tidak
secerdas dia. Tetapi kalau karena instink, ya tidak tahu lagi. Walaupun demikian
jangan keburu takut, karena menurut Thomas Eisele, dari the Tulane University
School of Public Health and Tropical Medicine, New Orleans, meneliti gigitan
nyamuk akan banyak errorrnya.
Corbel
menyatakan bahwa 3 tahun setelah “universal coverage” kelambu di desa itu,
nyamuk Anopheles funestus yang puncak gigitannya biasa antara jam 2-3 pagi
bergeser menjadi jam 5 pagi. Bahkan 26 % masih menggigit setelah jam 6 pagi.
Sedangkan untuk gigitan di luar rumah (Outdoor Biting) meningkat dari 45%
menjadi 68% setelah 1 tahun kelambunisasi, dan 61% seleh 3 tahun penggunaan
kelambu. Hal ini mengkhawatirkan karena penduduk desa biasa bangun pagi-pagi
sekali untuk bekerja di kebun. Tentusaja sudah keluar dari lindungan kelambu.
EPILOG
Dua
hal yang perlu kita perhatikan:
1. Jangan terpaku pada rumus bahwa nyamuk
Anopheles hanya menggigit pada malam hari
2. LLINs digunakan untuik melindungi
manusia dari gigitan nyamuk pada malam hari dan yang lebih penting lagi saat
manusia tidur. Bila nyamuk menggeser jam gigit dan pindah menggigit di luar
rumah, maka kelambu yang saat ini dinilai amat efektif bisa berkurang tingkat
efektifitasnya.
Hasil
penelitian di dua desa dalam beberapa tahun saja memang belum cukup untuk mendeteksi
pergeseran perilaku nyamuk apalagi digeneralisasi secara global. Walaupun
demikian kita telah diingatkan bahwa manusia jangan cepat puas dengan hasil
yang ia capai. (IwMM)
No comments:
Post a Comment