Thursday, November 29, 2012

THE GOOD, THE BAD DAN THE UGLY DARI TUBERKULOSIS

Tuberkulosis (TB) sudah menghantui manusia sejak jaman purbakala dengan kesakitan dan kematian tinggi. Benua Eropa pada abad ke 16 dan 17 begitu takutnya dengan TB yang pada waktu itu belum disebut TB tetapi “consumption” (karena sepertinya ada yang mengkonsumsi tubuh kita “dari dalam”) sehingga John Bunyan dalam bukunya The life and death of Mr Badman menyebut “consumption” sebagai “The Captain of all these Men of Death.” Ketidak tahuan tentang penyebab TB yang berakibat ketidak tahuan pula TB ini harus diobati pakai apa, mengakibatkan TB menjadi penyakit yang “incurable” (belum dapat disembuhkan) dan “deadly” (mematikan).
 
Titik terang muncul ketika Robert Koch pada tahun 1882 berhasil menemukan penyebabnya, yaitu bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Obat (Streptomisin) baru ditemukan 62 tahun kemudian yaitu pada tahun 1944. Selama periode ini penderita TB dirawat di Sanatorium, dengan harapan bisa sembuh sendiri melalui peningkatan daya tahan tubuh. Bila tidak sembuh setidaknya sumber penularan telah dijauhkan dari masyarakat umum. “TB still incurable and deadly”
 
 
BAD NEWS DAN GOOD NEWS
 
Ada orang yang punya gaya tersendiri dalam membuka pembicaraan. Ada yang mengawali dengan:  “Ada dua berita: Yang pertama berita buruk, dan yang kedua berita baik. Mau yang mana dulu?” Biasanya akan diceriterakan “bad news”nya dulu, yaitu TB adalah penyakit yang bisa membuat kita mati. Kemudian “good news”nya menyusul, TB dapat dicegah bahkan disembuhkan 100 persen. Asal kita berobat teratur 6-8 bulan dengan Fixed-dosed Combination (FDC) yang telah ditentukan. Dan yang amat penting jangan berlambat-lambat. Siapa cepat akan sehat. Siapa lambat akan tamat. “TB still deadly BUT preventable and curable”.
 
Supaya bisa cepat tentunya harus tahu kapan kita harus curigai bahwa jangan-jangan kita kena TB. Berarti harus tahu gejala-gejala yang mengarah ke TB. Yang orang awam tahu adalah “batuk berdahak campur darah”. Tetapi yang namanya manusia, apalagi ia merasa bukan orang yang pantas menderita TB (katanya: TB adalah penyakit rakyat yang melarat) maka ia berpikir dulu ke tempat lain: Misal kena guna-guna.
 
 
BATUK KRONIS: GEJALA UTAMA TB
 
Ada banyak gejala yang mengarahkan kita ke penyakit Tuberkulosis: Misalnya demam, keringat malam, nafsu makan turun, dan penurunan berat badan. Tapi ada satu yang paling penting dan justru sering disepelekan, yaitu batuk kronis (batuk lama). Celakanya bangsa kita kebanyakan menganggap “batuk itu biasa”. Malah ada “joke” untuk orang yang malam-malam banyak batuk, dikatakan malah bagus bisa untuk menakut-nakuti maling. Saya pernah sekolah di Amerika dan terbatuk waktu kuliah. Betapa malunya melihat semua orang menoleh ke saya. Lebih-lebih ketika saya bersin. Selesai kuliah, profesor yang mengajar menghampiri saya: “Iwan, better you go home and take a rest for two or three days”. Padahal saya cuma short course 3 bulan.
 
Batuk sebenarnya menunjukkan ada sesuatu yang terjadi dalam tubuh kita. Apalagi batuk kronis lebih dari tiga minggu. Jangan-jangan B3 = B3: Batuk Batuk Banyak = Bukan Batuk Biasa. Walaupun di sisi lain batuk batuk banyak bisa dijadikan "trik" untuk menghindari pertanyaan. Tetapi kalau kita "orang biasa" jangan coba-coba batuk untuk menghindari pertanyaan. Dibawah dapat diikuti rekaman melaui  youtube tentang  “Hillary Clinton batuk” untuk "Avoiding question" di San Francisco TV
 
 
PAK DIRJEN DAN TUBERKULOSIS
 
Di banyak kesempatan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama selalu menyampaikan tentang hal ini: “TB dapat disembuhkan” Tentang gejala, beliau menekankan yang paling kardinal yaitu: Batuk kronis. Kalau batuk lebih dari 3 minggu cepat-cepat konsultasikan. Bila ternyata TB maka harus berobat teratur sampai sembuh lamanya 6-8 bulan. Obatnya tersedia si semua puskesmas dan dijamin “Gratis” untuk semua orang yang menderita TB.
 
Minum obat teratur adalah kata kunci pengobatan TB. Guna menjamin keteraturan maka ditunjuk pengawas minum atau menelan obat dari keluarga atau masyarakat. Bila minum obat satu atau dua bulan merasa enak, jangan hentikan karena penyakit belum sembuh walau gejala sudah hilang. Bahayanya lebih besar, bukan hanya penyakit akan kembali, tetapi yang lebih bahaya bisa terjadi TB yang resisten obat atau Multi Drug Resistence TB (MDR TB). Dibawah adalah rekaman youtube beliau, bahwa TB dapat disembuhkan, yang saya ambil dari web Sehat Negeriku, Pusat Komunikasi Publik, Kemenkes RI.
 
 
 
 
EPILOG: THE GOOD, THE BAD AND THE UGLY
 
Mendengar sebutan MDR TB bahkan ada juga ancaman XDR TB (Extensivelly Drug Resistence TB) rasanya pesan tentang TB ini tidak cukup dengan BAD NEWS dan GOODNEWS saja. kita merujuk ke  filem western produksi tahun 1966 yang berjudul The Good, the Bad dan The Ugly, dibintangi Clean Eastwood, settingnya pada jaman Civil War di Amerika.
 
Bagaimana kalau kita katakan “The Good of TB” karena bisa disembuhkan tuntas, walaupun ada “the Bad”nya yaitu: Kalau tidak diobati bisa menular ke orang lain dan lama-lama penderitanya mati. 

Sebenarnya  kita sudah waktunya  memekikkan kemenangan terhadap perang dengan TB, apalagi pencapaian target MDG untuk Indonesia sudah tercapai sebelum 2015. Dengan adanya MDR edan XDR TB ini, rasanya jangan dulu bersorak. “Victory cry still too early”. Mengapa? Karena gangguan M/XDR TB itulah. Inilah “The Ugly of TB” yaitu berhenti berobat sebelum waktunya termasuk juga  berganti-ganti obat, padahal sudah ada “Fixed-Drug Combination dengan Strategi DOTS yang harus ditaati oleh semua orang baik penderita maupun provider kesehatan dalam mencapai visi “A World Free of TB, sebuah dunia yang bebas dari penyakit Tuberkulosis. (IwMM).

No comments:


Most Recent Post