Tuesday, December 18, 2012

STIGMA DAN DISKRIMINASI (2): SOLUSINYA MENINGKATKAN PENGETAHUAN



Berangkat dari ketidak-tahuan mengenai (5W  + 1H) HIV/AIDS apalagi kalau ditambah dengan informasi yang tidak benar akan menimbulkan perasaan takut kepada HIV/AIDS termasuk ODHAnya. Rasa takut akan menimbulkan “stigma” dan stigma menghasilkan tindakan diskriminatif. Karena ada “stigma + diskriminasi” maka orang jadi enggan bicara tentang HIV/AIDS, enggan mengetahui status HIVnya, enggan pergi ke fasilitas kesehatan, dan tentusaja kalau memerlukan ARV tidak akan mendapatkannya karena enggan untuk pergi ke fasilitas kesehatan, sekalipun sudah tahu bahwa ARV gratis. Kematian akan semakin tinggi, ketakutan semakin menjadi dan stigmatisasi makin merajalela. Terjadilah “lingkaran setan” atau circulus viciosus” yang berputar terus sampai habisnya manusia.
 
KARENA KETIDAK-TAHUAN DAN KETIDAK-PEDULIAN
Tujuan pengendalian HIV/AIDS di Indonesia adalah menurunnya jumlah kasus baru HIV (target jangka panjang: zero new infection), menurunnya tingkat diskriminasi (target jangka panjang: zero discrimination), dan menurunnya angka kematian AIDS (target jangka panjang: zero AIDS related deaths) serendah mungkin serta meningkatnya kualitas hidup ODHA, demikian disampaikan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama akhir Nopember lalu.
Dalam kaitan dengan upaya mencapai Zero discrimination beliau mengatakan bahwa stigma dan diskriminasi disebabkan oleh ketidaktahuan dan ketidak pedulian, sehingga cara yang terbaik untuk mengatasinya adalah dengan meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan kepedulian akan kebutuhan pribadi dan orang lain.
Berdasarkan UU Kesehatan dan UU HAM, Kesehatan adalah Hak Asasi Manusia yang meliputi hak untuk mengetahui dan melindungi kondisi kesehatan pribadi, hak untuk mempertahankan derajat kesehatan pribadi serta hak untuk meningkatkan kesehatan pribadi keluarga dan masyarakat. Demikian Prof. Tjandra menambahkan.
Bila pengetahuan komprehensif masyarakat mengenai HIV/AIDS baik, maka hal-hal positif yang terjadi antara lain:
1.    Masyarakat dapat melaksanakan sendiri perilaku hidup yang tidak berisiko terhadap penularan HIV/AIDS. Walaupun AIDS belum ada obat yang menyembuhkan tuntas, tetapi AIDS dapat dicegah dan dihindari.

2.    Karena sudah punya pengetahuan, maka stigmatisasi menurun dan otomatis diskriminasi juga turun. Berkurangnya perbedaan perlakuan, penolakan dan pembatasan akan meningkatkan kualitas hidup ODHA baik jasmani, rohani dan sosial.

3.    Orang tidak takut lagi meminta testing untuk mengetahui status HIVnya. Dengan mengetahui status HIV maka kita dapat mengambil langkah-langkah terbaik bagi yang kemudian ternyata HIV positif maupun yang HIV negatif 

4.    ODHA dapat dengan mudah mengakses ARV. Dengan akses obat yang lancar dan berkesinambungan, kualitas dan umur harapan hidup akan meningkat. Stigma semakin berkurang karena kematian dan kondisi buruk sebagai salah satu penyebab stigma sudah tereliminasi.

 
EPILOG

Lingkaran setan pun menjadi berbalik kata: masyarakat menjadi semakin tahu, makin tidak takut, makin tidak ada stigma, makin tidak ada diskriminasi, dan seterusnya sampai tercapai cita-cita: Zero discrimination yang kontribusinya amat besar dalam menghentikan penularan dan menghentikan kematian yang berhubungan dengan AIDS. Sayang bahwa perjalanan kita tidak selamanya lancar. Apalagi yang kita hadapi adalah stigma dan diskriminasi. HIV/AIDS adalah sesuatu yang sensitif sehingga dalam memberikan penyuluhan tidak boleh gegabah. Oleh sebab itu dikatakan “tantangan” sekaligus “ancaman”. (IwMM)
 
Dilanjutkan ke Memberikan penyuluhan: Tidak segampang itu

No comments:


Most Recent Post