Berangkat
dari ketidak-tahuan mengenai (5W + 1H)
HIV/AIDS apalagi kalau ditambah dengan informasi yang tidak benar akan
menimbulkan perasaan takut kepada HIV/AIDS termasuk ODHAnya. Rasa takut akan
menimbulkan “stigma” dan stigma menghasilkan tindakan diskriminatif. Karena ada
“stigma + diskriminasi” maka orang jadi enggan bicara tentang HIV/AIDS, enggan
mengetahui status HIVnya, enggan pergi ke fasilitas kesehatan, dan tentusaja
kalau memerlukan ARV tidak akan mendapatkannya karena enggan untuk pergi ke
fasilitas kesehatan, sekalipun sudah tahu bahwa ARV gratis. Kematian akan
semakin tinggi, ketakutan semakin menjadi dan stigmatisasi makin merajalela.
Terjadilah “lingkaran setan” atau circulus viciosus” yang berputar terus sampai
habisnya manusia.
KARENA
KETIDAK-TAHUAN DAN KETIDAK-PEDULIAN
Tujuan
pengendalian HIV/AIDS di Indonesia adalah menurunnya jumlah kasus baru HIV
(target jangka panjang: zero new infection), menurunnya tingkat
diskriminasi (target jangka panjang: zero discrimination), dan menurunnya
angka kematian AIDS (target jangka panjang: zero AIDS related deaths)
serendah mungkin serta meningkatnya kualitas hidup ODHA, demikian disampaikan
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kemenkes RI,
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama akhir Nopember lalu.
Dalam
kaitan dengan upaya mencapai Zero discrimination beliau mengatakan bahwa stigma
dan diskriminasi disebabkan oleh ketidaktahuan
dan ketidak pedulian, sehingga
cara yang terbaik untuk mengatasinya adalah dengan meningkatkan pengetahuan dan
meningkatkan kepedulian akan kebutuhan
pribadi dan orang lain.
Berdasarkan UU
Kesehatan dan UU HAM, Kesehatan adalah Hak Asasi Manusia yang meliputi hak
untuk mengetahui dan melindungi kondisi kesehatan pribadi, hak untuk
mempertahankan derajat kesehatan pribadi serta hak untuk meningkatkan kesehatan
pribadi keluarga dan masyarakat. Demikian Prof. Tjandra menambahkan.
Bila pengetahuan komprehensif
masyarakat mengenai HIV/AIDS baik, maka hal-hal positif yang terjadi antara
lain:
1.
Masyarakat
dapat melaksanakan sendiri perilaku hidup yang tidak berisiko terhadap
penularan HIV/AIDS. Walaupun AIDS belum ada obat yang menyembuhkan tuntas,
tetapi AIDS dapat dicegah dan dihindari.
2.
Karena
sudah punya pengetahuan, maka stigmatisasi menurun dan otomatis diskriminasi
juga turun. Berkurangnya perbedaan perlakuan, penolakan dan pembatasan akan
meningkatkan kualitas hidup ODHA baik jasmani, rohani dan sosial.
3.
Orang
tidak takut lagi meminta testing untuk mengetahui status HIVnya. Dengan
mengetahui status HIV maka kita dapat mengambil langkah-langkah terbaik bagi
yang kemudian ternyata HIV positif maupun yang HIV negatif
4.
ODHA
dapat dengan mudah mengakses ARV. Dengan akses obat yang lancar dan
berkesinambungan, kualitas dan umur harapan hidup akan meningkat. Stigma
semakin berkurang karena kematian dan kondisi buruk sebagai salah satu penyebab
stigma sudah tereliminasi.
Lingkaran setan pun menjadi berbalik
kata: masyarakat menjadi semakin tahu, makin tidak takut, makin tidak ada
stigma, makin tidak ada diskriminasi, dan seterusnya sampai tercapai cita-cita:
Zero discrimination yang kontribusinya amat besar dalam menghentikan penularan
dan menghentikan kematian yang berhubungan dengan AIDS. Sayang bahwa perjalanan
kita tidak selamanya lancar. Apalagi yang kita hadapi adalah stigma dan diskriminasi. HIV/AIDS adalah sesuatu yang sensitif sehingga dalam memberikan penyuluhan
tidak boleh gegabah. Oleh sebab itu dikatakan “tantangan” sekaligus “ancaman”. (IwMM)
Dilanjutkan ke Memberikan penyuluhan:
Tidak segampang itu
No comments:
Post a Comment